<strong>(IslamToday ID) -</strong> Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Novel baswedan menilai ada kekuatan besar di balik serangkaian proses alih status pegawai KPK menjadi ASN yang membuat 57 pegawai diberhentikan dengan hormat pada 30 September mendatang. "Kalau seandainya memang ini proses [alih status] yang baik, benar, dan kami adalah orang-orang yang bekerja kemudian bermasalah dan disingkirkan, kenapa kemarin kawan-kawan banyak yang disadap handphone-nya?"ujar Novel dalam agenda 'Chat Room' CNN Indonesia, Selasa (28/9). Novel Baswedan, menilai peretasan terhadap akun WhatsApp dan Telegram sejumlah pegawai yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan permasalahan yang serius. "Ini menunjukkan ada suatu kekuatan besar, intelijen, perangkat yang harusnya digunakan untuk kebaikan tetapi disalahgunakan. Ini masalah yang serius," lanjutnya. Novel meyakini proses alih status melalui asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sarat dengan masalah. Setidaknya ada malaadministrasi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berdasarkan temuan Ombudsman RI dan Komnas HAM. Selain itu, Novel mempertanyakan sikap tertutup KPK yang sampai saat ini belum menyerahkan hasil asesmen TWK kepada para pegawai. Ia memandang pimpinan KPK tidak jujur. "Kita lihat di dokumentasi yang ada pada saat penyerahan hasil TWK dari BKN ke pimpinan KPK itu ada dokumen banyak, itu dipublikasi oleh media. Ketika kami pertanyakan apa betul kami tidak lulus, mana hasilnya, katanya dokumennya enggak ada. Terus itu apa? Kenapa harus berbohong," kata Novel. Terkait sikap tertutup tersebut, sejumlah pegawai KPK tak lolos TWK telah membuat gugatan sengketa informasi ke Komisi Informasi. Persidangan pun masih berjalan hingga saat ini. Sementara itu, terdapat 8 pegawai KPK yang akan dipecat pada lusa diduga menerima peretasan pada akun WhatsApp dan Telegram. Peretasan terjadi pada saat mereka menghadiri agenda kantor darurat pemberantasan korupsi, Senin (27/9) sore. Mereka yang mengalami dugaan peretasan ialah Waldy Gagantika, Qurotul Aini Mahmudah, Farid Andhika, Damanik, Christie Afriani, Tri Artining Putri, Rieswin Rachwell, danNita Adi Pangestuti. "Diambil nomornya sama orang yang enggak dikenal," ujar penyidik KPK nonaktif, Ronald Paul Sinyal, di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Senin (27/9).