<strong>(IslamToday ID) -</strong> Industri baja nasional masih mengalami tantangan yang signifikan, salah satunya disebabkan oleh masih tingginya impor baja yang masuk ke Indonesia. Volume baja impor memang terus meningkat. Sepanjang semester pertama 2021, misalnya, impor baja senilai USD 5,36 miliar. Angka tersebut naik 51 persen dibanding tahun 2020 sebesar USD 3,5 miliar. Sementara, volume baja impor pada semester II 2020 lalu mencapai 5,5 juta ton. Dalam waktu enam bulan angkanya meningkat 1,1 juta ton menjadi 6,6 juta ton di tahun 2021. Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development on Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho, mengatakan serbuan baja ini dinilai sangat mengkhawatirkan pasar dalam negeri. Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan, harus segera melindungi industri baja dalam negeri. “Perlindungan sudah sangat mendesak. Dengan harga yang tidak mungkin kompetitif melawan baja impor, industri dalam negeri pasti merugi. Kalau kinerja (industri baja dalam negeri) turun, tentu memberikan dampak cukup panjang. Akan ada efisiensi tenaga kerja yang mendorong angka pengangguran dari industri ini,” tegas Andry Jika kondisi tidak segera mengambil sikap, tentu akan menambah beban ekonomi nasional. Padahal dalam era pandemi, industri baja diharapkan bisa menggerakkan sektor lain. “Sebagai mother of industry , industri baja memiliki peran sangat penting. Tanpa besi dan baja, secara keseluruhan industri pengolahan pasti tidak bisa bergerak,” kata dia. Dampak lainnya, yaitu dapat menurunkan penerimaan negara dari sektor pajak. Karena itulah, Kementerian Perdagangan, tidak perlu ragu untuk memberikan perlindungan sesegera mungkin. Menurutnya, Kemeterian Perdagangan dapat melakukan perlindungan dengan pengenaan trade remedies. Termasuk di antaranya, Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD), maupun Safeguard. “Karena jangan lupa, bahwa baja impor bisa murah karena mereka memang disubsidi oleh negaranya. Sedangkan industri dalam negeri kan tidak. Jadi, ini memang unfairness karena praktik dumping,” ungkapnya.