(IslamToday ID) – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menolak tegas revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang dinilai akan menghidupkan kembali praktik dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dan mengancam demokrasi di Indonesia.
Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur, menyebut revisi ini bertentangan dengan agenda reformasi dan justru membawa Indonesia kembali ke era Orde Baru.
“Usulan revisi UU TNI, justru akan menarik kembali TNI kedalam peran sosial politik bahkan ekonomi-bisnis, yang dimasa Orde Baru terbukti tidak sejalan dengan prinsip dasar negara hukum, dan supremasi sipil, serta merusak sendi-sendi kehidupan demokrasi,” tutur Isnur dalam keterangan tertulisnya, Ahad (16/3/2025).
Menurutnya, revisi UU TNI yang sedang dibahas DPR RI dan pemerintah akan memperkuat impunitas anggota TNI serta melemahkan independensi peradilan.
“Jika dibiarkan, ini akan berdampak serius bagi masa depan demokrasi, tegaknya negara hukum, dan peningkatan eskalasi pelanggaran HAM berat,” tambahnya.
YLBHI juga mengkritik, ihwal penempatan tentara aktif di berbagai kementerian strategis, Bulog, dan Badan Gizi Nasional. Selain itu, TNI juga sedang melakukan ekspansi dengan menambah 16 komando teritorial di berbagai wilayah Indonesia.
“Penambahan komando teritorial adalah inti dari dwifungsi. Sistem ini dipertahankan sebagai basis kekuatan angkatan bersenjata di daerah-daerah, yang memungkinkan mereka untuk mengakses sumber-sumber ekonomi di akar rumput (berhadapan dengan rakyat) dan mempertahankan peran mereka sebagai pemain penting dalam politik lokal,” ungkap Isnur.
Lebih lanjut, Isnur mengungkapkan bahwa revisi ini membuka peluang militer untuk masuk ke berbagai jabatan sipil dan mengancam supremasi sipil.
Prabowo Ingin TNI Aktif Mengisi Posisi di Lembaga Negara
Ia pun menuturkan, bahwa Presiden Prabowo bahkan meminta TNI aktif untuk mengisi posisi di Kemenko Polkam, Kementerian Pertahanan, Kejaksaan Agung, hingga Mahkamah Agung. Ini bertentangan dengan TAP MPR No. VII Tahun 2000 yang mengatur bahwa TNI harus netral dalam politik dan tidak terlibat dalam politik praktis.
YLBHI juga menyoroti pasal dalam revisi UU TNI, yang memungkinkan operasi militer selain perang dilakukan tanpa persetujuan DPR. Isnur menilai hal tersebut berbahaya, karena menghilangkan peran lembaga yang merepresentasikan rakyat dalam pengambilan keputusan politik negara.
Ia menegaskan, bahwa revisi UU TNI ini sedang dikebut dan hanya tinggal menunggu ketok palu.
“Namun sebagai pengusul, DPR lagi-lagi menunjukkan perannya yang buruk sebagai tukang stempel kebijakan pemerintahan korup dan represif yang mulai dibangun kembali oleh rezim demi rezim pasca Reformasi 1998,” terangnya.
Dengan berbagai alasan tersebut, YLBHI mendesak agar DPR dan pemerintah segera menghentikan pembahasan revisi UU TNI.
“DPR dan Presiden Negara Republik Indonesia segera menghentikan pembahasan revisi UU TNI, yang tidak sejalan dengan agenda reformasi TNI dan justru akan melegitimasi bangkitnya praktik dwifungsi ABRI dan membawa Indonesia ke rezim Neo Orde Baru,” pungkas Ketua YLBHI.[nnh]