(IslamToday ID) – Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu yakin Israel akan mampu memenangkan perjuangan melawan Hamas di Gaza tanpa dukungan AS.
Pernyataan tersebut diungkapkan Netanyahu kepada CNBC dalam sebuah wawancara, seperti dikutip dari Sputnik, Jumat (17/5/2024).
Meski tidak dipungkiri dirinya sangat menginginkan dan menghargai dukungan dari negara berjuluk Negeri Paman Sam tersebut. Bahkan dia mengaku tidak segan melakukan banyak hal untuk mendapat dukungan itu.
“Segala yang saya bisa untuk mendapatkan dukungan Amerika,” kata Netanyahu.
Meski demikian dirinya tetap yakin meski tanpa dukungan AS, Israel tetap akan memenangkan pertempuran di Gaza.
“Yah, jawabannya adalah ya,” tegasnya.
Menurutnya apa yang dilakukan AS saat ini, menunda pengirim bantaun senjata, imbas dari adanya perbedaan mengenai Gaza, bukan Rafah.
Ia pun tidak menyesali hal itu karena menurutnya apa yang dilakukan Israel saat ini, melakukan operasi di Rafah, merupakan hal yang memang seharusnya dilakukan.
“Saya harap kita bisa saling berhadapan dengan Amerika Serikat. Kami sedang berbicara dengan mereka. Namun pada akhirnya kami melakukan apa yang harus kami lakukan untuk melindungi kehidupan bangsa kami,” tegas Netanyahu.
Sebagai informasi, pekan lalu tentara Israel memulai operasi militer di bagian timur Rafah dan menguasai sisi Gaza di persimpangan Rafah dengan Mesir. Pihak berwenang Israel mengklaim operasi tersebut bertujuan untuk melenyapkan sisa batalyon gerakan Hamas Palestina di Jalur Gaza.
Media Israel melaporkan pada 10 Mei bahwa kabinet perang Israel telah menyetujui perluasan operasi darat di Rafah.
Pada tanggal 15 Mei, diperkirakan 600.000 orang telah mengungsi dari Rafah, menurut PBB. Karena tidak dapat diaksesnya penyeberangan perbatasan, persediaan makanan dan obat-obatan berkurang dengan cepat di wilayah kantong tersebut. Program Pangan Dunia mengatakan stok makanan dan bahan bakar di Gaza mungkin akan habis dalam hitungan hari.
Setidaknya 35.233 orang telah tewas dan 79.141 orang terluka dalam serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober. Menurut Komite Penyelamatan Internasional, skala krisis ini tidak dapat dibayangkan di Gaza selatan karena serbuan pasukan darat Israel ke Rafah memicu pengungsian rakyat secara massal. [ran]