(IslamToday ID) – Pakar independen Perserikatan Bangsa-Bansa (PBB) menuding dua kubu yang saat ini tengah berperang di Sudan memanfaatkan kelaparan sebagai senjata.
Pasalnya perang antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) yang dipimpin oleh Abdel Fattah al-Burhan, dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang dipimpin oleh Mohamed Hamdan Dagalo (Hemeti), dimulai 15 April tahun lalu dan telah menyebabkan lebih dari 25 juta warga sipil kelaparan dan sangat membutuhkan bantuan.
“Baik SAF maupun RSF menggunakan makanan sebagai senjata dan membuat warga sipil kelaparan,” kata para ahli, termasuk pelapor khusus PBB tentang hak atas pangan, dikutip dari Middle East Eye (MEE), Kamis (4/7/2024).
“Tingkat kelaparan dan pengungsian yang kita lihat di Sudan saat ini belum pernah terjadi sebelumnya,” kata para ahli, yang ditunjuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB tetapi tidak berbicara atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Kelompok tersebut menyoroti pengepungan yang sedang berlangsung terhadap el-Fasher, ibu kota Darfur Utara dan kota terakhir di wilayah barat Darfur yang luas yang tidak dikuasai oleh RSF.
Menurut mereka pengepungan RSF telah menyebabkan ratusan ribu warga sipil terjebak dan menderita kelaparan dan kehausan akibat kekurangan makanan dan air.
Dalam pernyataan persnya, para ahli menuntut agar kedua pihak menghentikan pemblokiran, penjarahan, dan eksploitasi bantuan kemanusiaan.
Di sisi lain, upaya lokal untuk menanggapi krisis terhambat tidak hanya oleh kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya tetapi juga oleh serangan yang ditargetkan terhadap responden.
“Penargetan yang disengaja terhadap pekerja kemanusiaan dan relawan lokal telah merusak operasi bantuan, sehingga membuat jutaan orang semakin berisiko mengalami kelaparan,” kata mereka.
Para pakar independen PBB juga menegaskan apabila pemerintah asing yang memberikan dukungan finansial dan militer kepada kedua pihak dalam konflik tersebut terlibat dalam kelaparan, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang.
Meski begitu para ahli tidak menyebutkan nama negara tetapi meminta pihak-pihak yang berkonflik untuk menyetujui gencatan senjata segera dan terlibat dalam negosiasi politik yang inklusif.
Sebelumnya media mengatakan bahwa Uni Emirat Arab adalah pelindung utama RSF, mengirimkan pasokan melalui proksi di Libya, Chad, Uganda, dan Republik Afrika Tengah.
Pada hari Kamis, laporan terpisah dari Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC), yang juga dikutip oleh PBB, menemukan bahwa lebih dari separuh penduduk Sudan menghadapi ketidakamanan pangan akut tingkat tinggi.
“Empat belas bulan setelah konflik terjadi, Sudan menghadapi tingkat kerawanan pangan akut yang terburuk,” kata laporan itu.
Krisis ini dilaporkan mempengaruhi sekitar 25,6 juta orang, termasuk 755.000 orang dalam kondisi kelaparan dan 8,5 juta orang lainnya menghadapi situasi darurat. [ran]