(IslamToday ID) – Marc Ayoub, peneliti kebijakan energi Lebanon dan peneliti nonresiden di Tahir Institute for Middle East Policy menyebut serangan potensial Israel terhadap industri minyak Iran bisa menjadi bumerang.
“Kerusakan fasilitas minyak mentah Iran tentu akan berdampak dan menyebabkan tekanan pada pasar energi dunia,” kata Marc Ayoub mengomentari kemungkinan serangan balasan Israel ke Iran dikutip dari Sputnik, Sabtu (5/10/2024).
Ia mencatat bahwa dalam beberapa hari terakhir, harga minyak naik dan bisa mencapai 80 dolar AS per barel bahkan sebelum serangan Israel.
Komentar Ayoub muncul saat Israel sedang mempertimbangkan tanggapan terhadap serangan rudal balasan Iran. Salah satu pilihannya adalah menyerang infrastruktur minyak Iran, kata media Amerika dan Israel, mengutip pejabat Israel.
Pernyataan Presiden AS Joe Biden bahwa opsi tersebut sedang dibahas oleh Washington dan Tel Aviv memicu ketidakpastian di pasar.
“Ini bisa jadi mirip dengan apa yang terjadi ketika Irak menginvasi Kuwait pada tahun 1990, tergantung pada besarnya serangan, yang mungkin akan membawa kita ke harga di atas $100,” lanjut pakar tersebut.
“Sekitar 1,5 juta barel per hari diperkirakan akan hilang.”
Iran juga dapat menggunakan senjata nuklir dan memblokir Selat Hormuz. Sekitar 20 juta barel minyak dan produk minyak bumi melewati selat tersebut setiap hari.
“Pemanfaatan selat Hormuz akan menjadi eskalasi lain, dan khususnya bagi beberapa negara Teluk, karena sekitar 27% aliran minyak dunia melewatinya, termasuk pengiriman Iran ke China,” kata Ayoub.
“Dan ini akan memberi tekanan lebih lanjut pada pasokan dan pasar.”
Sementara itu, tekanan terhadap Biden untuk memperketat sanksi minyak terhadap Teheran dari politisi AS meningkat menyusul serangan rudal Iran.
Sebelumnya, pada bulan September, sekelompok anggota parlemen bipartisan mendesak Biden untuk melarang penjualan minyak Iran ke China.
Menurut pakar tersebut, AS tampaknya tidak bersedia meningkatkan taruhannya di kawasan tersebut sebelum pemilihan umum November. “Risikonya memang ada, tetapi tampaknya tidak ada keinginan untuk eskalasi lebih lanjut,” Ayoub menyimpulkan. [ran]