(IslamToday ID) – Apple telah membuka pusat penelitian dan pengembangan (R&D) baru di Shenzhen, sebagai upaya terbaru produsen iPhone tersebut untuk menghadapi kebangkitan Huawei dan memperkuat posisinya di pasar smartphone terbesar di dunia. Pusat ini menjadi fasilitas R&D produk kelima Apple di China.
Langkah ini menunjukkan bahwa Apple tetap memprioritaskan kepentingan pemegang saham di tengah tekanan dari politisi AS yang bersikap anti-China. Selain itu, keputusan ini membantah spekulasi bahwa Apple akan meninggalkan China untuk India. Faktanya, Apple hanya menambah India dalam daftar pasar dan lokasi produksi penting, sambil tetap memperkuat kehadirannya di China.
China Raya merupakan pasar regional terbesar ketiga Apple setelah Amerika dan Eropa. Namun, penjualannya di wilayah ini menurun setelah adanya larangan penggunaan iPhone di beberapa kantor pemerintah dan perusahaan milik negara. Dalam sembilan bulan hingga 29 Juni 2024, China Raya menyumbang 17,5% dari total penjualan Apple, turun dari 19,6% pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Penjualan Apple di China Raya turun 9,7% secara tahunan, sementara penjualan globalnya meningkat 0,8% selama periode yang sama. Pada kuartal ketiga, penjualan di China Raya merosot 6,5%, sementara penjualan global naik 4,9%.
Penurunan ini bertepatan dengan perintah negara yang melarang staf instansi pemerintah dan perusahaan milik negara untuk membawa iPhone dan ponsel asing lainnya ke tempat kerja. Bloomberg melaporkan bahwa pada Desember tahun lalu, larangan tersebut diterapkan di setidaknya delapan provinsi, termasuk provinsi pesisir yang kaya.
Kondisi ini tampaknya memberi keuntungan bagi merek lokal. Pada Agustus, menurut firma konsultan China, CINNO Research, nilai penjualan ponsel Huawei di China melampaui Apple untuk pertama kalinya dalam 46 bulan. Berdasarkan data dari Canalys, Huawei mengalahkan Apple dalam jumlah unit yang terjual pada kuartal pertama 2024.
Huawei Central Newsroom melaporkan bahwa Huawei dan Apple “bersaing ketat” untuk memperebutkan posisi teratas di segmen ponsel premium pada festival belanja Double 11 di China, yang berlangsung hingga 11 November.
Di situs belanja JD.com, semua 10 ponsel premium terlaris berasal dari Apple atau Huawei. Daftar tersebut mencakup iPhone 15 Pro Max, iPhone 16 Pro Max, iPhone 16 Pro, Huawei Mate 60 Pro, Huawei Pura 70 Pro, iPhone 15, iPhone 16, Huawei Pura 70 Pro+, Huawei Mate 60 Pro+, dan Huawei Mate X5.
Pada 10 Oktober, Apple mengumumkan pembukaan “pusat aplikasi R&D lanjutan” di Shenzhen Park, Zona Kerjasama Inovasi Teknologi Shenzhen-Hong Kong.
Pusat ini akan menjadi laboratorium riset terapan utama Apple di Wilayah Teluk Besar Guangdong-Hong Kong-Macao, menggantikan fasilitas lama yang dibangun pada 2016. Apple juga memiliki pusat R&D di Beijing, Shanghai, dan Suzhou.
Menurut laporan Shenzhen Daily, “Laboratorium ini dirancang untuk mencakup operasional bisnis Apple di China Raya, termasuk operasional R&D yang sebelumnya direncanakan untuk kawasan Asia Pasifik, yang akan semakin memperkuat peran inti Shenzhen dalam rantai pasokan dan manufaktur cerdas Apple.”
CEO Apple, Tim Cook, pada 2016 menyatakan, “Kami menyadari tingkat keahlian pabrik-pabrik di Shenzhen secara bertahap mengungguli tempat lain di dunia.” Hal ini semakin relevan saat ini.
Lebih dari 1.000 karyawan di fasilitas tersebut akan mengerjakan pengembangan perangkat keras, manufaktur cerdas, dan pengujian untuk iPhone, iPad, dan produk lainnya. Mereka juga akan berkolaborasi dengan pemasok lokal untuk memperkuat rantai pasokan.
Global Times, yang dikelola oleh Partai Komunis China, mengutip Li Yong, peneliti senior di Asosiasi Perdagangan Internasional China, mengatakan, “Ini adalah keputusan yang masuk akal bagi Apple di tengah situasi politik dan ekonomi global yang kompleks.”
Keputusan ini dinilai perlu bagi Apple untuk mempertahankan posisinya di pasar China yang menguntungkan. “Apple meningkatkan operasionalnya di China meskipun pemerintah AS terus berupaya untuk ‘memutus hubungan’ dengan China dengan sanksi yang diperketat, tuduhan yang tidak berdasar, dan provokasi berulang terhadap perusahaan China,” lapor Global Times.
Artikel tersebut juga mencatat bahwa Jeff Williams, Chief Operating Officer Apple, mengunjungi China pada Juli, tak lama setelah Komite Sentral Partai Komunis menyetujui resolusi yang menyebut “pembukaan diri” ke dunia luar sebagai “fitur utama modernisasi China.”
Williams mengatakan kepada media China bahwa lebih dari 70 pemasok Apple memiliki pabrik di provinsi Guangdong, “yang menentukan pentingnya wilayah Guangdong yang berpusat di Shenzhen bagi rantai pasokan Apple.” (Guangdong adalah salah satu provinsi pesisir yang melarang karyawan pemerintah dan perusahaan negara membawa iPhone ke tempat kerja.)
Dari 187 pemasok yang menyumbang 98% pengeluaran langsung Apple untuk bahan, manufaktur, dan perakitan tahun fiskal lalu, 157 memiliki operasi di China dan 56 dimiliki oleh perusahaan China. Sebagai perbandingan, hanya 14 yang dimiliki oleh perusahaan India. Meski pertumbuhan di India meningkat pesat, negara tersebut masih menyumbang kurang dari 5% dari total pendapatan Apple.
Apple dan CEO-nya, Cook, telah menerima kritik tajam dari politisi AS yang menentang praktik bisnis perusahaan di China.
Pada Oktober 2019, senator AS seperti Ted Cruz, Ron Wyden, Tom Cotton, dan Marco Rubio, serta beberapa perwakilan lain, menulis surat kepada Cook untuk menyuarakan kekhawatiran mereka atas penyensoran aplikasi oleh Apple, termasuk aplikasi yang digunakan oleh para demonstran di Hong Kong, atas permintaan pemerintah China.
Pada November 2022, Senator Josh Hawley dari Missouri menulis, “Saya ingin tahu mengapa Apple terus membantu dan mendukung rezim totaliter di China… [Kegiatan Apple di China tidak dapat diterima dan menimbulkan risiko material bagi para pemegang saham Anda… Saya mendesak Anda untuk mengambil langkah-langkah nyata untuk mengakhiri operasional di China dan memindahkan produksi kembali ke Amerika Serikat.”
Pada akhir September 2024, Anggota Kongres John Moolenaar dari Michigan, yang mengetuai Komite Khusus DPR untuk Partai Komunis China, menulis surat kepada Menteri Pertahanan Lloyd Austin mengenai ancaman yang disebut-sebut datang dari layar panel datar China. Sebelumnya, Apple mulai membeli layar OLED dari BOE Technology milik China, yang menurut Moolenaar terkait dengan militer China.
Namun, laporan pada Oktober menunjukkan bahwa pemerintahan Biden tengah berdialog dengan China untuk memperbarui Perjanjian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi AS-China, yang habis masa berlakunya pada Agustus. Pihak AS ingin memodifikasi perjanjian tersebut untuk lebih melindungi hak kekayaan intelektual AS, namun tidak berusaha untuk sepenuhnya memutus hubungan dengan China.
Moolenaar, di sisi lain, berpendapat bahwa “Kita seharusnya tidak mendorong kerjasama tambahan dalam ilmu pengetahuan atau teknologi dengan China.” Bagaimana pandangan anti-China Moolenaar dan politisi lainnya mempengaruhi Apple baru akan diketahui setelah pemilu presiden dan kongres AS bulan depan.[sya]