(IslamToday ID) – Setelah SpaceX yang dipimpin oleh Elon Musk berhasil menangkap booster Super Heavy yang kembali ke Bumi menggunakan sepasang “chopsticks” mekanis pada 13 Oktober, media pemerintah China mulai mempromosikan pencapaian China dalam membangun sistem serupa Starlink.
Di China , setidaknya ada tiga perusahaan yang berupaya mengejar ketertinggalan dari Starlink milik SpaceX, yang bertujuan mengirim 42.000 satelit ke orbit rendah Bumi (LEO) dalam beberapa dekade mendatang. Hingga saat ini, 6.426 satelit Starlink telah diluncurkan.
Salah satu perusahaan tersebut adalah China Satellite Network Group Co, sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbasis di Hebei. Perusahaan ini mengoperasikan rencana GW (GuoWang atau “Jaringan Nasional”) yang bertujuan membangun versi Starlink dengan sekitar 13.000 satelit. Perusahaan lainnya adalah Shanghai Weixiao Satellite Engineering Center, anak usaha dari Akademi Ilmu Pengetahuan China, yang memiliki rencana G60 atau Qianfan untuk mengirim 12.000 satelit ke LEO pada 2027.
Perusahaan ketiga adalah Shanghai Lanjian Hongqing Technology Co, di mana LandSpace yang berbasis di Beijing memiliki 48% saham. Lanjian Hongqing memiliki rencana Honghu-3 yang akan meluncurkan 10.000 satelit ke LEO.
Lei Xiangping, seorang komentator dari China Central TV (CCTV), menyebutkan bahwa setelah keberhasilan SpaceX, beberapa media asing mengolok-olok Tiongkok. Namun, China segera membalas dengan meluncurkan 18 satelit komunikasi untuk jaringan Qianfan melalui roket Long March-6A di Shanxi dan satelit penginderaan jauh Gaofen-12 05 melalui roket Long March-4C di Gansu.
Menurut Lei, perusahaan China akan meluncurkan lebih dari 15.000 satelit ke LEO pada 2030. Dia menekankan pentingnya percepatan rencana peluncuran satelit China untuk bersaing memperebutkan sumber daya di LEO. Lei juga menegaskan pentingnya program Qianfan yang akan digunakan oleh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) untuk misi pengawasan militer beresolusi tinggi di seluruh dunia.
Global Times menyebutkan bahwa dua peluncuran satelit terbaru China menunjukkan keahlian negara tersebut dalam teknologi luar angkasa dan semakin kuatnya kemampuan aplikasi luar angkasa mereka. Pencapaian ini juga dinilai mencerminkan semangat “Dua bom, satu satelit” yang dijunjung oleh para pekerja kedirgantaraan Tiongkok, merujuk pada pengembangan bom atom pertama pada 1964, bom hidrogen pada 1967, dan peluncuran satelit pertama pada 1970.
Di sisi lain, komentar dari Gao Tianwei, seorang kolumnis teknologi di Guancha.cn, juga menjadi sorotan. Gao menyebut bahwa China tidak perlu terburu-buru meluncurkan Long March 9, roket berat super yang serupa dengan Super Heavy milik SpaceX, karena negara tersebut sudah menjadi nomor dua di dunia dalam teknologi luar angkasa. Gao juga menyarankan China untuk fokus pada proyek yang sudah terbukti seperti peluncur medium-lift yang dapat digunakan kembali, contohnya Falcon 9 milik SpaceX. Namun, ketika komentar Gao dikutip oleh China Times dari Taiwan, media tersebut menyoroti bahwa China perlu waktu lama untuk menyamai pencapaian SpaceX, yang memicu reaksi dari media pemerintah China.[sya]