(IslamToday ID) – Amerika Serikat (AS) sering memproklamirkan diri sebagai pembela perdamaian, demokrasi, dan hak asasi manusia di dunia. Namun, tindakannya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan arena global sering kali menunjukkan cerita yang berbeda.
Pada Rabu, AS memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata di Gaza yang “segera, tanpa syarat, dan permanen,” serta langkah-langkah untuk mencegah kelaparan warga Palestina. Meski 14 anggota mendukung resolusi tersebut, Washington sendirian memblokirnya, dengan alasan tidak dapat mendukung gencatan senjata tanpa syarat.
Ini merupakan veto keempat AS sejak dimulainya perang genosida Israel di Gaza pada Oktober 2023. Selain itu, menurut data PBB, AS telah memveto setidaknya 58 resolusi yang mengkritik Israel atau mengecam kekerasannya terhadap Palestina sejak 1972.
Veto terbaru atas resolusi Gaza hanyalah salah satu contoh di mana kepentingan AS mengesampingkan kehendak kolektif komunitas internasional.
Berikut adalah 10 contoh sejarah penggunaan veto oleh AS untuk menghalangi resolusi yang bertujuan memajukan perdamaian atau meminta pertanggungjawaban suatu negara, yang mengungkap pola yang mengkhawatirkan.
Menghalangi Kecaman atas Pemboman Libya (1986)
Pada April 1986, AS meluncurkan serangan udara ke Tripoli dan Benghazi sebagai tanggapan atas dugaan keterlibatan Libya dalam serangan teroris di klub malam Berlin. Serangan ini menyebabkan korban sipil dan memicu kecaman internasional.
Resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengecam serangan tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional diajukan, tetapi diveto oleh AS, yang mengklaim serangan itu sebagai tindakan “pembelaan diri.”
Melindungi Israel Selama Perang Lebanon (2006)
Selama Perang Lebanon 2006, Israel melancarkan kampanye militer di Lebanon selatan yang menyebabkan banyak korban sipil dan kehancuran besar. Sebuah rancangan resolusi PBB menyerukan gencatan senjata segera dan mengecam penargetan warga sipil.
AS memveto resolusi tersebut dengan alasan hal itu akan melemahkan “kemampuan Israel untuk merespons” Hizbullah.
Menentang Sanksi Terhadap Apartheid Afrika Selatan (1970-an–1980-an)
Selama era apartheid, PBB mengajukan berbagai resolusi yang menyerukan sanksi ekonomi terhadap Afrika Selatan untuk menekan pemerintahnya mengakhiri segregasi rasial dan penindasan sistematis.
AS berulang kali memveto resolusi ini dengan alasan kekhawatiran dampak ekonomi pada bisnis Afrika Selatan dan AS, yang secara tidak langsung menunda upaya internasional untuk mengakhiri rezim yang menindas tersebut.
Menghalangi Kecaman atas Tindakan AS di Nikaragua (1980-an)
Sepanjang 1980-an, AS memberikan dukungan militer dan keuangan kepada pemberontak Contra di Nikaragua, yang memerangi pemerintahan sosialis Sandinista.
Konflik ini menyebabkan penderitaan besar bagi warga sipil dan dikecam sebagai pelanggaran kedaulatan Nikaragua. Pengadilan Internasional (ICJ) kemudian memutuskan bahwa tindakan AS melanggar hukum internasional.
Beberapa resolusi PBB yang mengecam peran AS dalam konflik tersebut diveto oleh Washington, yang hanya memperburuk krisis kemanusiaan.
Menentang Kritik atas Invasi Panama (1989)
Pada Desember 1989, AS menginvasi Panama dengan alasan melindungi warga AS dan memulihkan demokrasi. Namun, banyak negara melihat invasi itu sebagai pelanggaran kedaulatan Panama.
Ketika Dewan Keamanan PBB mengajukan resolusi yang mengecam invasi tersebut, AS memveto dengan alasan tindakan itu diperlukan untuk stabilitas regional dan demokrasi.
Mendukung Aneksasi Dataran Tinggi Golan oleh Israel (1981)
Pada 1981, Israel secara sepihak menganeksasi Dataran Tinggi Golan, wilayah yang direbut dari Suriah selama Perang Enam Hari 1967. Langkah ini melanggar hukum internasional karena resolusi PBB melarang perolehan wilayah dengan paksa.
Resolusi Dewan Keamanan yang menyatakan aneksasi Israel “batal demi hukum” diajukan, tetapi diveto oleh AS dengan alasan itu akan “memperumit proses perdamaian di kawasan.”
Menghalangi Upaya Gencatan Senjata Setelah Perang Vietnam (1960-an–1970-an)
Perang Vietnam, yang berlangsung dari 1955 hingga 1975, merupakan salah satu konflik paling mematikan di abad ke-20. AS meningkatkan keterlibatannya pada 1960-an dengan alasan untuk menghentikan penyebaran komunisme.
Di tengah meningkatnya korban sipil, seruan internasional untuk gencatan senjata semakin menguat. Namun, AS terus menolak resolusi PBB yang menyerukan penerimaan Vietnam di PBB, yang hanya memperpanjang konflik.
Menentang Penyelidikan atas Perang Irak (2003)
Pada 2003, AS memimpin koalisi untuk menginvasi Irak dengan alasan keberadaan senjata pemusnah massal (WMD) dan kebutuhan untuk menggulingkan Saddam Hussein. Tidak ada WMD yang ditemukan, dan perang tersebut menyebabkan korban sipil besar-besaran serta destabilisasi kawasan.
PBB mengajukan upaya untuk menyelidiki legalitas perang dan dampak kemanusiaannya, tetapi AS memblokir inisiatif tersebut, dengan alasan tindakannya sah berdasarkan doktrin pembelaan diri preemptif.
Menghalangi Resolusi atas Blokade Gaza (2010)
Setelah serangan Israel terhadap armada kemanusiaan yang mencoba mengirim bantuan ke Gaza, kemarahan internasional meningkat atas blokade Tel Aviv, yang melanggar hukum internasional. Blokade ini sangat membatasi pergerakan barang dan orang, memperburuk kondisi kemanusiaan di Gaza.
PBB mengajukan resolusi yang mengecam blokade dan menyerukan penghentian segera. AS memveto resolusi tersebut dengan alasan itu “tidak mengatasi masalah keamanan.”
Mendukung Pendudukan Israel di Tepi Barat (1967–Sekarang)
Sejak Perang Enam Hari 1967, Israel telah menduduki Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza, wilayah yang secara internasional diakui sebagai bagian dari Palestina.
PBB secara konsisten menyerukan Israel untuk menarik diri dari wilayah-wilayah tersebut karena pendudukan itu melanggar hukum internasional, khususnya Konvensi Jenewa Keempat.
Namun, AS terus melindungi Israel dari kritik internasional dengan sering menggunakan hak veto untuk memblokir resolusi yang mengkritik tindakan Israel.
Pola Mengkhawatirkan
Dari melindungi sekutu hingga membenarkan tindakan militernya sendiri, AS berulang kali memprioritaskan aliansi strategis dan keuntungan ekonomi di atas perdamaian global dan akuntabilitas.
Setiap veto memiliki konsekuensi, memperpanjang perang, menunda keadilan, dan merusak kepercayaan terhadap institusi internasional.
Veto terbaru atas gencatan senjata di Gaza semakin menambah warisan suram AS, memperjelas siapa yang berperan dalam penderitaan jutaan orang.[sya]