(IslamToday ID) – Hizbullah meluncurkan sejumlah serangan terhadap situs militer Israel pada 21 November, bersamaan dengan kunjungan utusan senior Gedung Putih ke Israel untuk membahas gencatan senjata di Lebanon setelah dua hari berada di Beirut.
Kelompok perlawanan Lebanon tersebut mengklaim menyerang pangkalan udara Hatzor, yang terletak di sebelah timur Ashdod. “Para pejuang Perlawanan Islam, pada pukul 12.00 siang, Kamis 21 November 2024, untuk pertama kalinya menargetkan Pangkalan Udara Hatzor (yang merupakan markas utama skuadron pesawat tempur dan pengintaian) yang berjarak 150 kilometer dari perbatasan Lebanon–Palestina,” ungkap pernyataan militer Hizbullah.
Hizbullah juga menyebutkan serangan terhadap pangkalan Shraga, markas administratif Komando Brigade Golani, di utara kota Acre, dengan rentetan roket pada pukul 13.45 siang. Selain itu, kelompok ini mengumumkan serangan pertama kalinya terhadap situs peringatan dini Israel di puncak Gunung Hermon di Dataran Tinggi Golan yang diduduki.
Pagi harinya, Hizbullah menyerang pangkalan angkatan laut Haifa yang menjadi rumah bagi kapal selam dan kapal militer, serta situs Hadbat al-Ajl di utara pemukiman Kfar Yuval, tempat pasukan Israel berkumpul. Sebuah roket Hizbullah menghantam kota Nahariya di Israel utara, menewaskan satu orang dan melukai setidaknya satu lainnya.
Hizbullah juga terus menghadapi pasukan darat Israel di Lebanon selatan, melaporkan sejumlah serangan roket yang menargetkan pasukan pendudukan yang mencoba maju ke wilayah tersebut. Meski Israel mengklaim telah menghancurkan 70 hingga 80 persen kemampuan roket dan rudal Hizbullah, kelompok perlawanan ini terus meningkatkan operasi dengan roket, rudal, dan drone. Bahkan, sebuah rudal balistik Hizbullah berhasil menghantam Tel Aviv pada 18 November.
Di sisi lain, utusan senior Gedung Putih, Amos Hochstein, bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada 21 November untuk membahas negosiasi gencatan senjata. Hochstein juga dijadwalkan bertemu Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, pada hari yang sama.
Lebanon dikabarkan telah setuju pada mekanisme yang diawasi secara internasional untuk menerapkan Resolusi PBB 1701, yang disahkan pada akhir perang 2006 dan menyerukan penarikan Hizbullah ke belakang Sungai Litani. Namun, Tel Aviv menuntut hak militernya untuk beroperasi di Lebanon jika diperlukan, sebuah syarat yang ditolak Lebanon karena dianggap melanggar kedaulatannya.
“Prasyarat untuk penyelesaian politik di Lebanon adalah menjaga kemampuan intelijen dan hak militer [Israel] untuk bertindak melindungi warga Israel dari Hizbullah,” kata Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, pada 20 November.[sya]