(IslamToday ID) – Pada tanggal 19 November, Sok Chenda Sophea, yang baru diangkat menjadi menteri luar negeri Kamboja tahun lalu, diberhentikan dan digantikan oleh pendahulunya, Prak Sokhonn.
Pada hari sebelumnya, Saleumxay Kommasith yang sopan dan banyak dipuji diberhentikan sebagai menteri luar negeri Laos dan diturunkan jabatannya ke Kantor Perdana Menteri.
David Hutt adalah peneliti di Central European Institute of Asian Studies (CEIAS) mengatakan bahwa hal yang tidak biasa apabila menteri luar negeri di kedua negara mengalami perombakan.
Sok Chenda Sophea hanya menjadi menteri luar negeri ketiga sejak Partai Rakyat Kamboja yang berkuasa mengukuhkan kekuasaannya pada tahun 1998 sedangkan Saleumxay hanya menjadi menteri luar negeri keempat sejak komunis mengambil alih kekuasaan di Laos pada tahun 1975.
“Dalam satu penafsiran, Saleumxay hanyalah korban dari perpecahan yang terus berlangsung di Partai Revolusioner Rakyat Lao yang berkuasa oleh Siphadones dan Phomvihanes, dua klan politik paling penting,” kata David Hutt yang dikutip dari Radio Free Asia (RFA), Senin (25/11/2024).
Dia memperkirakan di tahun 2025 akan menjadi tahun tawar-menawar dan pertikaian internal antara para petinggi menjelang Kongres Nasional di bulan Januari 2026, saat kepemimpinan baru partai untuk lima tahun diumumkan.
Saleumxay digantikan oleh Thongsavanh Phomvihane, sebelumnya kepala komisi kebijakan luar negeri partai komunis yang berkuasa dan saudara dari ketua Majelis Nasional, Saysomphone Phomvihane.
“Saysomphone memiliki peluang bagus untuk menjadi ketua partai berikutnya, tetapi masih ada keraguan apakah Perdana Menteri Sonexay Siphandone, keturunan klan Siphandone, akan mendapatkan masa jabatan kedua,” sebutnya.
Pernah dianggap sebagai putra mahkota partai, reputasi Sonexay telah jatuh parah karena penanganannya terhadap bencana ekonomi Laos yang sedang berlangsung, yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan membaik.
Saleumxay dipandang oleh sebagian pihak sebagai penantang Sonexay, terutama setelah tampil mengesankan tahun ini sebagai menteri yang memimpin kepemimpinan Laos di ASEAN.
Namun, ia tidak populer di kalangan partai komunis yang berkuasa. Banyak aparat menganggapnya sebagai orang yang acuh tak acuh, berpikiran independen, dan naik jabatan terlalu cepat.
“Menyingkirkan Saleumxay meningkatkan peluang Sonexay untuk mempertahankan jabatannya. Menempatkan Phomvihane di kementerian luar negeri juga meningkatkan pengaruh keluarga itu,” David Hutt melanjutkan penilaiannya.
Di luar masalah politik dalam negeri, pemecatan dua menteri luar negeri tersebut terjadi saat pemerintah mereka bersiap menghadapi masa-masa yang semakin tidak pasti secara internasional.
Menurut Perdana Menteri Kamboja Hun Manet, pengangkatan kembali Prak akan meningkatkan kemampuan pemerintah di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik.
Prak adalah diplomat berpengalaman yang terbiasa memperjuangkan kepentingan Kamboja di tengah persaingan baru Perang Dingin, sedangkan Sok Chenda Sophea pada prinsipnya adalah seorang fungsionaris yang berpikiran ekonomi, diangkat tahun lalu karena ia tidak berpikiran geopolitik.
Pemerintahan Hun Manet yang masih baru menginginkan seorang menteri luar negeri yang akan fokus sepenuhnya pada peningkatan perdagangan dan investasi, yang merupakan satu-satunya kewenangan Sok Chenda Sophea sebagai mantan kepala dewan investasi Kamboja.
Di bawah Sok Chenda, kementerian luar negeri mengalihkan banyak tugas diplomatiknya, sehingga bisa berkonsentrasi untuk menarik lebih banyak uang dari pemerintah asing.
“Hal ini menyebabkan petinggi partai berkuasa lainnya seperti Hun Manet dan ayahnya, Hun Sen, yang masih berkuasa di Phnom Penh, harus menjalankan kebijakan luar negeri mereka sendiri untuk menangani isu-isu kontroversial, seperti sengketa wilayah dengan negara tetangga Vietnam dan Thailand, yang dapat mengganggu hubungan ekonomi.”
“Phnom Penh mungkin menganggap sistem ganda ini tidak lagi dapat dijalankan. Kembalinya Donald Trump sebagai presiden AS pada tahun 2025 berarti Washington tidak akan lagi memisahkan geopolitik dari perdagangan, jadi tidak masuk akal bagi Phnom Penh untuk melakukannya juga,” pengamat tersebut berujar.
Terlebih lagi, Kamboja tahu akan menghadapi hubungan yang jauh lebih bermusuhan dengan pemerintahan Trump yang akan datang, dengan ancaman tarif total 10-20% terhadap impor global sementara AS merupakan pembeli terbesar barang-barang Kamboja.
Trump juga akan mengangkat Marco Rubio sebagai menteri luar negeri. Tokoh garis keras terkemuka Washington terkait Tiongkok diperkirakan akan mengambil sikap yang jauh lebih keras terhadap mitra-mitra Beijing di Asia, seperti Kamboja, dan terhadap industri penipuan besar-besaran di daratan Asia Tenggara yang semakin banyak menjadi korban warga negara AS.
Tidak seperti Sok Chenda Sophea, Prak lebih merupakan pendukung partai berkuasa yang dapat melawan kritik AS. Agaknya, Phnom Penh menyadari bahwa mereka akan segera harus terlibat dalam pertikaian baru dengan Washington, sehingga semakin penting untuk menjaga hubungan baik dengan Beijing.
Tak hanya itu, dia juga mengatakan bila Tiongkok diyakini telah bosan dengan beberapa pangeran yang diangkat dalam kabinet Hu Manet selama proses suksesi generasi besar-besaran tahun lalu.
“Mereka telah melobi agar Prak, politisi gaya lama yang mengerti bagaimana Beijing menginginkan sesuatu dilakukan, kembali ke jabatannya.”
Di Vientiane, Saleumxay melakukan pekerjaan yang baik dalam beberapa tahun terakhir dalam mempromosikan Laos ke seluruh dunia, termasuk Barat, dan sebagai satu-satunya penutur bahasa Inggris yang fasih di Politbiro, ia menjadi kunci dalam mengamankan beberapa paket bantuan pembangunan penting dari Jepang, AS, dan negara-negara Eropa.
Namun situasi ekonomi Laos yang buruk, terutama utangnya yang besar kepada China, tidak membaik, dan hanya Beijing yang memiliki kemampuan untuk membantu secara berarti.
Laporan yang memberatkan oleh IMF yang diterbitkan minggu lalu mencatat bahwa ekonomi Laos sangat bergantung pada perpanjangan keringanan utang dari Tiongkok.
“Vientiane tahu bahwa mereka harus mempersempit hubungan luar negerinya lagi untuk fokus sepenuhnya pada Tiongkok.”
Partai komunis memang ingin mencari peran yang lebih senior bagi tokoh pro-Beijing seperti Sommath Pholsena, yang saat ini menjabat sebagai wakil presiden Majelis Nasional dan teman masa kecil Xi Jinping, presiden Tiongkok. Ia kemungkinan akan menjadi ketua Majelis Nasional berikutnya.
Thongsavanh Phomvihane, menteri luar negeri yang baru, memulai kariernya di kedutaan besar Laos di Beijing, memiliki hubungan lebih dekat dengan Partai Komunis Tiongkok, dan lebih merupakan loyalis partai daripada Saleumxay.
“Seperti Prak, dia orang yang lebih tua, lebih tradisional dan lebih aman, seseorang yang mengerti apa yang diinginkan Beijing dan bagaimana menyediakannya,” pungkasnya. [ran]