(IslamToday ID) – Komandan militer Lebanon, Joseph Aoun, resmi terpilih sebagai Presiden ke-14 Republik Lebanon pada Kamis (9/1). Pemimpin berusia 60 tahun ini menggantikan posisi presiden yang telah kosong selama lebih dari dua tahun akibat kebuntuan politik.
Aoun berhasil meraih 99 suara dari 128 anggota parlemen Lebanon, mendapatkan dukungan luas dari berbagai spektrum politik meskipun awalnya menuai keraguan dari Hizbullah dan sekutunya. Dalam beberapa bulan terakhir, Aoun muncul sebagai kandidat favorit Amerika Serikat dan Arab Saudi untuk memimpin Lebanon.
Dukungan lokal dan internasional terhadap Aoun meningkat setelah serangan militer Israel selama dua bulan di Lebanon tahun lalu, yang menewaskan lebih dari 4.000 orang dan membuat lebih dari satu juta penduduk kehilangan tempat tinggal. Selama konflik tersebut, Aoun berhasil menjaga militer Lebanon tetap netral, meskipun serangan udara Israel menewaskan lebih dari 40 tentara Lebanon.
Sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata dengan Israel, Aoun memimpin penempatan pasukan Lebanon di wilayah selatan negara itu, meskipun Israel terus melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan tersebut.
Perjalanan Karir Joseph Aoun
Lahir di Sin al-Fil, dekat Beirut, pada tahun 1964, Aoun berasal dari Aaichiye, sebuah kota di Lebanon selatan. Ia bergabung dengan militer Lebanon pada tahun 1983 dan diangkat sebagai Panglima Angkatan Bersenjata pada tahun 2017.
Tidak lama setelah menjabat, Aoun memimpin operasi untuk mengusir kelompok ISIS dan al-Nusra dari wilayah timur Lebanon. Keberhasilannya mendapatkan pujian, termasuk dari Duta Besar AS untuk Lebanon saat itu, Elizabeth Richard, yang menyebutnya telah melakukan pekerjaan “luar biasa.”
Menurut Imad Salamey, pakar politik Timur Tengah di Lebanese American University, kepemimpinan Aoun berhasil mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap militer Lebanon sebagai institusi yang netral dan inklusif di tengah krisis yang melanda negara tersebut.
Tantangan Ekonomi dan Dukungan Internasional
Saat Lebanon mengalami krisis ekonomi parah pada 2019, Aoun memperingatkan dampaknya terhadap seluruh sektor masyarakat, termasuk militer. Anggaran militer menyusut, gaji tentara berkurang, dan ketergantungan pada bantuan asing, terutama dari AS, meningkat.
Pada tahun 2020, militer Lebanon bahkan mengumumkan diet vegetarian untuk tentaranya karena harga daging yang melonjak. “Para tentara menderita kelaparan seperti rakyat,” ujar Aoun pada 2021, mendesak para politisi Lebanon untuk mencari solusi.
Dukungan AS terhadap militer Lebanon terus meningkat, dengan lebih dari $2,5 miliar diberikan sejak 2006. Dukungan ini sejalan dengan kebijakan AS untuk memperkuat institusi negara guna menyeimbangkan pengaruh Hizbullah, yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh Washington.
Hubungan Aoun dengan Hizbullah
Sebagai Maronit Kristen, Aoun memenuhi syarat sebagai presiden berdasarkan sistem kekuasaan sektarian Lebanon. Ia menjadi presiden keempat berturut-turut yang sebelumnya menjabat sebagai komandan militer, termasuk pendahulunya Michel Aoun (tidak memiliki hubungan keluarga).
Namun, berbeda dari pendahulunya, Aoun didukung oleh banyak pihak yang menjadi oposisi Hizbullah, dengan harapan ia dapat menyeimbangkan peran kelompok bersenjata tersebut. Dalam pidato penerimaannya, Aoun menegaskan hak negara untuk “memonopoli kepemilikan senjata,” yang dianggap sebagai tantangan terhadap kekuatan militer Hizbullah.
Menurut Salamey, meskipun Hizbullah tidak secara terbuka menentang Aoun, kelompok tersebut berhati-hati. Kepemimpinan militer seperti Aoun dinilai lebih loyal kepada institusi ketimbang aktor politik, yang dapat membatasi pengaruh Hizbullah terhadap kebijakan keamanan negara.
Meski mendapat dukungan kuat dari AS dan Arab Saudi, Salamey menilai hal ini sejalan dengan praktik politik Lebanon yang sering melibatkan aktor asing. “Aoun adalah kandidat konsensus yang selaras dengan kebutuhan stabilitas dan reformasi Lebanon saat ini,” ujarnya.[sya]