(IslamToday ID) – Menjadi rahasia umum bila AS dan Tiongkok terlibat dalam perlombaan penting untuk meraih supremasi AI. Alih-alih meraih keunggulan dengan biaya besar yang dikeluarkan, China dengan berbagai pembatasan untuk memperoleh perangkat keras komputasi canggih justru mampu melampai keunggulan AS.
Baru-baru ini, model bahasa besar yang canggih, DeepSeek R1, tengah menggemparkan pengguna, memukau para pengulas, dan menuai pujian dari mereka yang takut pada AI.
Model baru perusahaan rintisan teknologi yang berpusat di Hangzhou itu disebut mampu mengalahkan o1 milik OpenAI pada tolok ukur matematika dan penalaran, serta mengungguli Llama 3.1 milik Meta* dan GPT-40 milik OpenAI dalam hal pengodean dan pemecahan masalah kompleks.
Menurut pemberitaan Sputnik yang dikutip Senin (27/1/2025), model ini gratis untuk dijalankan secara lokal, dengan akses ke API-nya dihargai hanya sebagian kecil dari harga pesaing.
“Pengaturan tersebut dilaporkan menelan biaya $5,6 juta untuk pelatihan (dibandingkan $78 juta untuk GPT-40), dan menggunakan chip dengan kinerja terbatas karena pembatasan AS, yang juga mengakibatkan larangan pengiriman prosesor yang lebih kuat ke China.
Sebaliknya, DeepSeek R1 memanfaatkan kekuatannya dari efisiensi komputasi yang unggul.”
Lebih lanjut laporan itu mengatakan bahwa teknologi canggih ini banyak memancing rasa ingin keingintahuan penggunanya.
“Yang memancing keingintahuan pengguna adalah cara alat tersebut menghasilkan respons, dalam suatu proses yang oleh nature.com dijuluki analog dengan penalaran manusia, dan dengan demikian lebih mahir daripada model bahasa sebelumnya dalam memecahkan masalah ilmiah.”
“Itu berita bagus bagi para ilmuwan yang terlibat dalam analisis data, pengenalan pola, dan pemodelan prediktif di berbagai bidang, dari astronomi dan kedokteran hingga ilmu bumi,” terangnya.
Berbeda dengan model lain yang tersedia secara komersial, yang oleh para ahli dijuluki sebagai kotak hitam pada dasarnya, DeepSeek R1 bersifat sumber terbuka, yang memungkinkan pengguna yang takut AI berubah menjadi Skynet untuk mempelajari cara kerjanya dan bahkan mengembangkannya.
Pendiri DeepSeek Liang Wenfeng mengatakan kepada media China tahun lalu bahwa penelitian dan inovasi teknologi, bukan keuntungan, adalah prioritas perusahaan, dan bahwa tujuan utamanya adalah kecerdasan umum buatan.
“Jika misi ini berhasil dan AGI sumber terbuka lahir, umat manusia dapat diselamatkan dari AI yang diprivatisasi, dipersenjatai, dan dimonopoli yang memusnahkan kita,” kata Wenfeng saat itu. [ran]