(IslamToday ID) – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali mencuat dengan rencananya untuk mengambil alih Pulau Greenland demi kepentingan keamanan internasional. Namun, keinginan Washington tersebut mendapat penolakan keras dari masyarakat Greenland yang menegaskan bahwa tanah mereka tidak untuk dijual.
Jajak pendapat Verian pada Januari 2025 menunjukkan bahwa 85 persen warga Greenland menolak bergabung dengan Amerika Serikat. Greenland, wilayah semi-otonom milik Denmark, ingin merdeka dan terbuka untuk berbisnis dengan AS, yang merupakan pasar ekspor utama mereka. Namun, hingga kini, ekonomi Greenland masih sangat bergantung pada subsidi dari Denmark, meskipun wilayah tersebut diyakini memiliki cadangan mineral dan minyak yang belum tergarap.
“Kami adalah warga Greenland. Kami tidak ingin menjadi orang Amerika. Kami juga tidak ingin menjadi orang Denmark,” tegas Perdana Menteri Mute Egede.
Siapakah Warga Greenland?
Sebanyak 88 persen populasi Greenland yang berjumlah sekitar 57.000 jiwa berasal dari suku Inuit Greenland. Mereka menyebut wilayahnya sebagai “Kalaallit Nunaat”, yang berarti “tanah orang Kalaallit”. Masyarakat ini terbagi dalam tiga kelompok bahasa: Kalaallisut di pesisir barat, Inughuit di utara, dan Tunumiit di timur.
Migrasi pertama ke Greenland terjadi sekitar 4.500 tahun lalu dari Siberia melalui Selat Bering dan Kanada dalam beberapa gelombang. Gelombang terakhir berasal dari budaya Thule, nenek moyang Inuit modern, sekitar 1.200 tahun lalu. Kepercayaan tradisional mereka mengandalkan shamanisme dan animisme, yang mengajarkan bahwa segala sesuatu memiliki roh dan terhubung erat dengan ekosistem Arktik.
Industri dan Sumber Daya Alam Greenland
Ekonomi Greenland saat ini bergantung pada industri perikanan. Namun, ada wacana untuk mengembangkan sektor pertambangan, termasuk eksplorasi seng dan uranium. Penambangan uranium menjadi isu kontroversial karena sebagian warga melihatnya sebagai peluang ekonomi, sementara yang lain mengkhawatirkan dampak lingkungan yang berbahaya.
Greenland masih memiliki pengaruh kuat dari Denmark, yang menguasai wilayah ini sejak 1721 melalui misi Kristen yang dipimpin Hans Egede. Pada 1953, Denmark menghapus status kolonial Greenland dan menjadikannya provinsi Denmark, yang membawa perubahan besar dalam sistem pendidikan dan ekonomi.
Upaya Greenland Menuju Kemerdekaan
Pada 1979, referendum Home Rule memungkinkan Greenland mendapatkan otonomi lebih luas dari Denmark, termasuk pemerintahan sendiri. Pada 2009, Undang-Undang Pemerintahan Mandiri memperluas wewenang Greenland, mencakup pengelolaan sumber daya alam dan sistem peradilan, serta memberikan hak untuk menyatakan kemerdekaan melalui referendum.
Namun, ambisi Trump untuk mengambil alih Greenland—baik melalui tekanan ekonomi atau tindakan militer—mengancam upaya tersebut. Dengan keberadaan pangkalan militer AS di Pituffik Space Base, Greenland kini menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan kedaulatan mereka.
Apa langkah selanjutnya bagi warga Greenland? Mampukah mereka mempertahankan hak atas tanah mereka dan menghindari aneksasi oleh AS?.[sya]