(IslamToday ID) – Jajak pendapat di pemilihan umum nasional Jerman menunjukkan partai konservatif pimpinan oposisi Friedrich Merz unggul, dengan Alternatif untuk Jerman menuju hasil terkuat untuk partai sayap kanan sejak Perang Dunia II.
Menurut jajak pendapat keluar yang dirilis oleh lembaga penyiaran publik ARD, Partai Kristen Demokrat (CDU/CSU) diproyeksikan memenangkan 29 persen suara pada hari Minggu, naik dari 24 persen pada pemilihan federal sebelumnya pada tahun 2021.
“Satu hal yang jelas, Union telah memenangkan pemilihan,” kata Carsten Linnemann, sekretaris jenderal partai Christian Democratic Union milik Merz, mengutip TRT World, Senin (24/2/2025).
“Kanselir baru akan bernama Friedrich Merz.”
Saingan utama Merz, Partai Sosial Demokrat (SPD) Kanselir Olaf Scholz, sedang menuju hasil terburuk pascaperang dalam pemilihan parlemen nasional. SPD diproyeksikan akan memperoleh 16 persen suara dan berada di posisi ketiga.
Sementara itu, Partai Alternatif untuk Jerman, atau AfD, telah menjadi kekuatan politik terkuat kedua di negara itu. Partai sayap kanan itu memperoleh suara antara 19,5 dan 20 persen, hampir dua kali lipat dari hasil tahun 2021.
Meski hampir menang, kubu konservatif Merz tidak memperoleh mayoritas absolut yang dibutuhkan untuk memerintah sendiri. Apakah mereka akan membutuhkan satu atau dua mitra untuk membentuk pemerintahan koalisi akan bergantung pada berapa banyak partai yang masuk ke parlemen.
Jajak pendapat keluar Jerman dilengkapi dengan jajak pendapat pra-pemilu untuk mewakili orang yang memberikan suara dengan surat suara tidak hadir.
Pemilu tersebut didominasi oleh kekhawatiran tentang stagnasi ekonomi terbesar Eropa selama bertahun-tahun dan tekanan untuk mengekang migrasi. Pemilu tersebut berlangsung di tengah meningkatnya ketidakpastian atas masa depan Ukraina dan aliansi Eropa dengan Amerika Serikat.
Jerman adalah negara dengan jumlah penduduk terbanyak di Uni Eropa yang beranggotakan 27 negara dan anggota utama NATO. Negara ini telah menjadi pemasok senjata terbesar kedua bagi Ukraina setelah AS.
Negara ini akan berperan penting dalam membentuk respons benua itu terhadap berbagai tantangan di tahun-tahun mendatang, termasuk kebijakan luar negeri dan perdagangan yang konfrontatif dari pemerintahan Trump.[ran]