(IslamToday ID) – Mantan kepala Direktorat Intelijen Militer Israel, Tamir Hayman, menyatakan bahwa kekacauan yang terjadi di Suriah menguntungkan Israel. Ia menegaskan bahwa konflik internal di negara tersebut sebaiknya dibiarkan berlanjut tanpa campur tangan langsung dari Israel.
“Kekacauan di Suriah menguntungkan. Biarkan mereka saling bertarung. Israel seharusnya tetap diam dalam masalah ini dan tidak membuat pernyataan publik. Bertindaklah dengan tenang,” ujar Hayman dalam wawancara dengan Radio Militer Israel.
Saat ini, Hayman menjabat sebagai direktur Institute for National Security Studies. Ia menyambut baik perpecahan antar faksi di Suriah, namun menekankan bahwa Israel harus berhati-hati dalam merespons situasi ini.
“Kita mengharapkan kemenangan bagi semua pihak, tetapi kita harus melakukannya dengan diam-diam dan tidak berbicara tentang hal ini,” tambahnya.
Menurutnya, meskipun saat ini terjadi perebutan kekuasaan di Suriah, pemerintah baru berusaha memperluas kendali. “Semua pihak saling bertarung. Kesepakatan dengan Kurdi pada hari pertama, pembantaian terhadap Alawi pada hari kedua, ancaman terhadap Druze pada hari ketiga… Ditambah serangan Israel di selatan… Semua kekacauan ini sebenarnya menguntungkan Israel,” jelasnya.
Hayman merujuk pada kekerasan yang terjadi sejak Kamis lalu, ketika kelompok bersenjata yang setia kepada rezim Assad melancarkan serangan terhadap pasukan keamanan di wilayah pesisir, tempat komunitas Alawi bermukim. Konflik ini memicu aksi balas dendam terhadap warga sipil, menewaskan ratusan orang dan menyebabkan ribuan lainnya mengungsi.
Sementara itu, pada Kamis (14/3), Israel melancarkan serangan udara ke ibu kota Suriah, Damaskus. Menteri Pertahanan Israel juga mengancam Presiden interim Suriah, Ahmed al-Sharaa, yang semakin memperburuk situasi di negara tersebut.
Militer Israel mengklaim bahwa serangan tersebut menargetkan pusat komando Jihad Islam Palestina (PIJ) yang digunakan untuk mengarahkan “aktivitas teror” terhadap Israel. Namun, klaim tersebut belum dapat diverifikasi secara independen. Menurut laporan media Suriah, serangan terjadi di area pemukiman Damaskus. Sumber keamanan Suriah mengatakan bahwa target serangan adalah seorang tokoh Palestina.
Selain serangan udara, pada hari yang sama pasukan Israel juga maju ke wilayah pedesaan al-Quneitra, Suriah, menggunakan tank dan kendaraan militer. Menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, pasukan Israel menghancurkan beberapa situs militer lama di wilayah tersebut.
Bulan lalu, Israel melancarkan serangkaian serangan udara ke pangkalan militer di Suriah setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyerukan “demiliterisasi total” di wilayah selatan Suriah. Setidaknya dua orang tewas dalam serangan tersebut. Dalam pidatonya, Netanyahu secara khusus menyinggung komunitas Druze di Suriah, yang mayoritas tinggal di wilayah Sweida.
“Kami tidak akan mentoleransi ancaman terhadap komunitas Druze di selatan Suriah,” tegas Netanyahu.
Pada Kamis (14/3), Kementerian Luar Negeri Israel mengonfirmasi bahwa mereka telah mengirimkan bantuan kemanusiaan kepada komunitas Druze di Suriah dalam beberapa pekan terakhir. Para analis menilai bahwa langkah ini merupakan upaya Israel untuk memecah belah Suriah.
Sejak Desember lalu, Israel telah meningkatkan serangan udara terhadap infrastruktur militer Suriah, melemahkan pemerintahan baru yang sudah terkuras akibat 14 tahun perang saudara. Dengan kapasitas militer yang semakin terbatas, Suriah sulit untuk merespons serangan Israel secara efektif.[sya]