(IslamToday ID) – Perdana Menteri Australia Anthony Albanese telah mengumumkan pemilihan umum (pemilu) pada 3 Mei, yang diperkirakan akan berlangsung sengit dengan isu utama seputar tekanan biaya hidup dan krisis perumahan di tengah perlambatan ekonomi.
Albanese berkampanye untuk menjadi pemimpin Australia pertama dalam lebih dari dua dekade yang memenangkan pemilu secara berturut-turut, mencerminkan fragmentasi politik yang telah berlangsung lama dan mengancam stabilitas ekonomi negara tersebut.
Di bawah sistem pemerintahan gaya Westminster di Australia, partai politik membentuk pemerintahan, yang berarti pemimpin dapat diganti tanpa perlu menunggu pemilu. Akibatnya, sejak 2004 telah ada tujuh perdana menteri, meskipun hanya terjadi tiga kali pergantian pemerintahan.
Lawan utama Albanese, pemimpin Partai Liberal Peter Dutton, berusaha memanfaatkan tren global di mana banyak pemimpin petahana kalah dalam pemilu tahun 2024. Namun, Australia belum pernah mengganti pemerintahan setelah satu periode dalam satu abad terakhir, dan Dutton — yang merupakan mantan polisi dari Queensland — menghadapi tantangan berat untuk mengejar ketertinggalannya.
“Pilihan Anda belum pernah sejelas ini,” kata Albanese, pemimpin Partai Buruh, kepada wartawan di Canberra pada Jumat (28/03/2025). “Pemilu ini adalah pilihan antara rencana Partai Buruh untuk terus membangun dan janji Peter Dutton untuk melakukan pemangkasan.”
Faktor global juga membayangi kampanye ini, termasuk ketidakpastian yang ditimbulkan oleh Presiden Donald Trump dan rencananya untuk menerapkan tarif impor yang luas, yang akan diumumkan minggu depan. Albanese menuduh Dutton meniru kebijakan dari luar negeri, sebuah sindiran terhadap kesamaan program oposisi dengan kebijakan pemerintahan Trump.
Dalam pidato pertamanya kepada pemilih setelah pemilu diumumkan, Dutton menyuarakan sentimen serupa dengan Trump dengan bertanya kepada masyarakat apakah mereka merasa kondisi mereka lebih baik sekarang dibandingkan tiga tahun lalu ketika Partai Buruh berkuasa.
“Kita tidak bisa menjalani tiga tahun lagi seperti tiga tahun terakhir. Ada cara yang lebih baik untuk negara kita,” kata Dutton dalam konferensi pers di Brisbane pada Jumat pagi.
Pemerintahan kiri-tengah Albanese mengalami penurunan dalam jajak pendapat, dengan tingkat persetujuan terhadap perdana menteri yang semakin merosot dan Partai Buruh bersaing ketat dengan koalisi Liberal-Nasional yang berhaluan tengah-kanan. Albanese dan Partai Buruh kini memiliki waktu lima minggu untuk membalikkan keadaan dalam kampanye pemilu.
Saat memenangkan pemilu pada 2022, Albanese berjanji untuk mengambil langkah nyata dalam menghadapi perubahan iklim, memulihkan integritas politik, dan meningkatkan hak bagi masyarakat adat Australia. Namun, sebagian besar masa jabatannya justru didominasi oleh inflasi tinggi, kenaikan suku bunga, serta krisis perumahan yang diperburuk oleh lonjakan imigrasi.
Kini, janji terbesar Albanese dalam kampanye 2025 berfokus pada keringanan biaya hidup, termasuk pemotongan pajak yang baru saja disahkan serta perpanjangan subsidi untuk membantu rumah tangga menghadapi lonjakan harga listrik.
Partai Buruh mengklaim bahwa tekanan ekonomi mulai mereda, dengan inflasi yang melambat dan keputusan Bank Sentral Australia (Reserve Bank Australia/RBA) bulan lalu untuk memangkas suku bunga untuk pertama kalinya dalam lebih dari empat tahun.
RBA dijadwalkan menggelar pertemuan minggu depan dan diperkirakan akan mempertahankan suku bunga saat ini sembari menunggu bukti lebih lanjut bahwa inflasi kembali ke target 2-3%. Pasar keuangan memperkirakan pertemuan 19-20 Mei sebagai peluang berikutnya untuk pemangkasan suku bunga, yang berarti keputusan tersebut akan keluar setelah pemilu.
Sebagian besar analis politik tidak memperkirakan Dutton akan memenangkan mayoritas untuk membentuk pemerintahan sendiri. Namun, anggota Partai Liberal berharap ia dapat merebut kembali cukup banyak kursi di pinggiran kota Sydney dan Melbourne, sehingga memungkinkan terbentuknya pemerintahan minoritas.
Setidaknya, Dutton berupaya memaksa Albanese untuk memimpin pemerintahan minoritas, dengan harapan dapat menggulingkannya pada pemilu berikutnya.[sya]