(IslamToday ID) – Setelah terbukti menyerang dan membunuh pekerja medis, Israel pada Ahad malam mengebom tenda jurnalis di dekat Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Jalur Gaza. Seorang wartawan terbakar hidup-hidup akibat serangan itu.
Associated Press melaporkan setidaknya dua orang syahid dan enam lainnya terluka ketika serangan udara Israel menghantam tenda tersebut. Quds News Network melansir, seorang jurnalis syahid dalam penyerangan tersebut. Media itu mengidentifikasi wartawan tersebut sebagai Hilmi al-Faqawi.
Dalam video yang dilansir Quds News Network, terlihat seorang jurnalis tak mampu melarikan diri dari serangan. Api pelan-pelan melahapnya saat ia terduduk. Warga bergegas mencoba memadamkan api dan menariknya dari lokasi kebakaran. Jurnalis itu diketahui bernama Ahmed Mansour. Ia menderita luka bakar parah yang menutupi hampir seluruh tubuhnya. Fotografer Aljazirah Mahmoud Awad juga terluka dalam serangan itu.
Israel sejak Ahad telah membunuh setidaknya 50 warga Gaza dalam serangan-serangan mereka. Serangan tersebut menewaskan lebih dari selusin perempuan dan anak-anak di Khan Younis dan Jabaliya, kata petugas medis.
Di Khan Younis, serangan pada Ahad waktu setempat menghantam sebuah tenda dan sebuah rumah di kota selatan Khan Younis, menewaskan lima pria, lima wanita dan lima anak-anak, menurut Rumah Sakit Nasser, yang menerima jenazah.
Jurnalis Islam Meqdad termasuk di antara mereka yang terbunuh. “Putri saya tidak bersalah. Dia tidak terlibat, dia menyukai jurnalisme dan mengaguminya,” kata ibunya, Amal Kaskeen.
Islam Miqdad, yang baru berusia 29 tahun, syahid bersama utra kecilnya, Adam Keduanya terkubur di bawah reruntuhan rumah dan tenda mereka. Keduanya hancur tertimbun akibat serangan Israel yang tragisnya semakin rutin.
Islam telah menghabiskan hampir dua tahun menunggu untuk bertemu kembali dengan putrinya Zeina, yang dirawat di Tunisia setelah menderita cedera kepala yang mengancam jiwa akibat pemboman Israel sebelumnya. Islam tidak mendapat kesempatan untuk menggendongnya lagi.
Postingan Instagram terakhirnya kini dibagikan secara luas ke media sosial. “Namaku Islam. Umurku 29 tahun. Itu aku yang ada di foto profil. Yang paling aku takuti adalah disebutkan hanya sebagai nomor lain dalam daftar korban. Aku bukan sekadar perempuan. Aku bukan sekadar angka. Butuh waktu 29 tahun untuk menjadi diriku yang sekarang— Aku punya rumah, anak, keluarga, teman, kenangan, dan hati yang penuh kesakitan.”
Ibu Islam berbicara sambil menangis dalam video yang dibagikan secara online. “Dia bermimpi selama hampir dua tahun untuk menemui putrinya. Dua hari yang lalu, dia mengunjungi dokter, mencoba mengatur rujukan agar dia bisa bepergian dan menggendong gadis kecilnya lagi.”
Islam telah mengungsi berpindah-pindah lebih dari satu kali selama genosida. Dia menahan lapar, haus, penyakit, dan ketakutan. Dia menggendong putrinya yang masih hidup, Sarah—yang juga terluka dalam serangan yang sama yang melukai Zeina—melalui jalan-jalan yang dibom, mencari keselamatan.
Agresi Israel di Gaza telah menewaskan setidaknya 232 jurnalis dengan rata-rata 13 per pekan. Dalam laporannya, Watson Institute for International and Public Affairs’ Costs of War project menyebut, perang Israel ini menjadi konflik paling mematikan bagi pekerja media yang pernah tercatat.
Laporan yang diterbitkan pada Selasa (1/4/2025) tersebut mengungkapkan, lebih banyak wartawan yang terbunuh di Gaza dibandingkan dengan gabungan jumlah jurnalis yang terbunuh di kedua perang dunia, Perang Vietnam, perang di Yugoslavia, dan perang Amerika Serikat di Afghanistan.
“Sederhananya, ini adalah konflik terburuk yang pernah dialami wartawan,” kata Costs of War seperti dikutip Aljazirah, Rabu (2/5/2025). Laporan itu menyatakan tidak jelas berapa banyak jurnalis Palestina di Gaza yang secara khusus menjadi sasaran serangan Israel dan berapa banyak yang hanya menjadi korban, seperti puluhan ribu warga sipil lainnya, dari pemboman Israel.
Laporan itu mengutip Reporters Without Borders (RSF) yang bermarkas di Paris yang mendokumentasikan 35 kasus di mana militer Israel kemungkinan menargetkan dan membunuh jurnalis karena pekerjaan mereka pada akhir 2024.
Di antara mereka adalah reporter Aljazirah Hamza Dahdouh, yang tewas pada 7 Januari 2024 ketika sebuah rudal menghantam kendaraan yang ditumpanginya di Gaza selatan. Ia adalah anggota keluarga dekat kelima Wael Dahdouh, kepala biro Al Jazeera di Gaza, yang tewas akibat serangan Israel . Kasus yang lebih baru adalah reporter Alljazirah Hossam Shabat , yang terbunuh pada tanggal 24 Maret 2024 lalu ketika serangan Israel mengenai mobilnya.
Militer Israel menuduh Shabat sebagai agen rahasia Hamas, sebuah klaim yang menurut Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) telah berulang kali dilontarkan Israel terhadap jurnalis Palestina tanpa bukti yang membenarkan pembunuhan atau penganiayaan terhadap mereka.[sya]