(IslamToday ID) Dewan Keamanan dan Pertahanan Sudan pada Selasa (6/5/2025) memutuskan semua hubungan diplomatik dengan UEA, menarik staf kedutaannya dari Abu Dhabi, dan menyatakan monarki Teluk sebagai negara agreso, menuduhnya mendukung Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter.
“Dewan Keamanan dan Pertahanan berhak menanggapi agresi dengan segala cara untuk menjaga kedaulatan dan integritas teritorial negara serta memastikan perlindungan warga sipil. Dukungan UEA terhadap milisi mengancam keamanan regional dan internasional, khususnya keamanan Laut Merah,” demikian bunyi pernyataan yang dipublikasikan oleh Kantor Berita Sudan (SUNA) seperti dikutip dari The Cradle.
Dewan Keamanan dan Pertahanan Sudan adalah badan pemerintah tingkat tinggi yang bertanggung jawab untuk mengawasi keamanan nasional, kebijakan pertahanan, dan pengambilan keputusan strategis. Saat ini, badan ini bernaung di bawah Angkatan Bersenjata Sudan (SAF).
Keputusan dewan pada hari Selasa terjadi satu hari setelah Mahkamah Internasional (ICJ) menolak gugatan hukum yang diajukan oleh Sudan yang menuntut UEA menghentikan kegiatan yang berkontribusi terhadap genosida kelompok etnis Masalit di wilayah Darfur Barat.
Pengadilan Dunia menyatakan bahwa pihaknya jelas tidak memiliki kewenangan untuk melanjutkan proses hukum dan membatalkan kasus tersebut.
Khartoum mengajukan gugatan hukum di ICJ pada bulan Maret tahun ini, menuduh UEA melanggar kewajibannya berdasarkan Konvensi Genosida dengan mendukung serangan RSF terhadap anggota suku Masalit.
“Dukungan logistik langsung dan dukungan lainnya yang telah dan terus diberikan UEA kepada RSF telah dan terus menjadi kekuatan pendorong utama di balik genosida yang sedang terjadi saat ini, termasuk pembunuhan, pemerkosaan, pemindahan paksa, dan penjarahan,” kata Penjabat Menteri Kehakiman Sudan Muawia Osman di ICJ pada tanggal 10 April.
Beberapa jam setelah putusan hari Senin, RSF melancarkan serangan pesawat nirawak (drone) yang hebat ke kota utama Port Sudan, yang menargetkan pembangkit listrik utama dan menyebabkan pemadaman listrik total.
Pelabuhan Sudan yang dikuasai SAF adalah pelabuhan laut utama negara itu dan berfungsi sebagai pusat utama bagi SAF menyebabkan ratusan ribu orang terlantar telah mencari perlindungan di sana selama konflik dua tahun.
Sudan dilanda perang pada pertengahan April 2023 ketika ketegangan antara militernya dan pasukan paramiliter saingan dari RSF meletus menjadi kekerasan di ibu kota, Khartoum, dan menyebar ke wilayah lain.
Beberapa perkiraan menunjukkan perang saudara telah menewaskan 150.000 orang dan menyebabkan lebih dari 11 juta orang lainnya mengungsi. [ran]