(IslamToday ID) – Diplomat dan Menteri Luar Negeri Indonesia periode 2001-2009, Hassan Wirajuda, memproyeksikan bahwa tatanan dunia akan terus melemah pasca kebijakan Trump untuk mengenakan tarif dasar minimal 10 persen ke berbagai negara, termasuk Indonesia.
“Tatanan dunia yang kita miliki sekarang, atau existing world order di bidang politik dan keamanan, serta di bidang ekonomi akan terus melemah, menuju chaos,” kata Hassan saat menjadi pembicara dalam seminar publik yang disaksikan secara daring di Jakarta, Sabtu.
Hassan yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Prasetiya Mulya, menilai upaya mereformasi tatanan dunia tidak akan berhasil dan belum ada tanda-tanda tatanan dunia akan menguat.
Pesimisme tersebut dilatarbelakangi oleh kegagalan reformasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 1995-2010 yang untuk menambah anggota tetap dari 10 menjadi 15 anggota. Hal tersebut, salah satunya, berdampak pada unilateralisme Amerika Serikat dengan agresi militer terhadap Afghanistan dan Iran.
“Kombinasi antara kegagalan reformasi PBB dan kebijakan unilateralisme Amerika, melemahkan multilateralisme yang menjadikan tatanan dunia menjadi lebih tidak efektif,” ucapnya.
Kegagalan upaya reformasi, lanjut dia, juga terjadi pada Institusi Bretton Woods (IMF dan Bank Dunia) karena Amerika Serikat menolak, yang berujung pada melemahnya tatanan ekonomi global
Tak hanya itu, Hassan turut menilai ketegangan antara AS-China-Rusia akan berlangsung lama karena trust deficit yang diperburuk oleh kebijakan tarif Trump. Di sisi lain, kesepakatan tarif antara AS dan China tidak serta-merta mengurangi ketegangan
“Perang dagang yang dimaksud Trump, sejak masa kepresidenan pertama tidak hanya berkaitan dengan trade of goods, tapi juga persaingan militer, IT termasuk AI, dan persaingan menduduki bulan dan Mars. Karena itu (ketegangan) akan berjangka waktu panjang,” ujarnya.
Mengantisipasi proyeksi pelemahan tatanan dunia akibat tarif Trump, Hassan mengingatkan agar Indonesia perlu membangun ketahanan nasional di berbagai bidang.
Dia mengingatkan untuk belajar dari perang di Suriah yang membuat 600 ribu penduduknya meninggal dan menyebabkan 12 juta orang penduduk mengungsi, sebuah contoh kegagalan dari kerja sama regional.
“Saya mengibaratkan tatanan dunia itu sebagai payung besar, payung itu sudah bolong-bolong. Di bawah payung itu berlindung 193 negara anggota dari hujan, hangin, badai. Maka tanpa kerjasama regional yang efektif, tanpa ada regional order, maka negara-negara berkelimpangan menjadi negara gagal atau menuju gagal,” ucap dia.[sya]