(IslamToday ID) – Pemerintah Inggris menyatakan bahwa mempertahankan ekspor komponen jet tempur siluman F-35 ke Israel lebih penting daripada menghentikan potensi genosida yang terjadi di Jalur Gaza, Palestina.
Pernyataan kontroversial ini disampaikan oleh pengacara pemerintah Inggris dalam persidangan yang dimulai pada Selasa (13/5/2025), menyusul gugatan hukum yang diajukan oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia, termasuk Al-Haq dari Palestina, serta Amnesty International, Human Rights Watch, Oxfam, dan Global Legal Action Network (GLAN).
Dalam sidang tersebut, pemerintah Inggris berargumen bahwa keberlanjutan peran Inggris dalam program jet tempur F-35 adalah prioritas strategis, bahkan jika itu berarti melanggar undang-undang ekspor senjata nasional. The Guardian melaporkan bahwa Inggris memasok sekitar 15% dari nilai total jet F-35, termasuk kursi pelontar, badan pesawat bagian belakang, sistem pencegat aktif, laser penargetan, dan kabel pelepas senjata—mayoritas melalui perusahaan British Aerospace.
Para pengacara pemerintah mengakui bahwa komponen F-35 yang dipasok berpotensi digunakan oleh Israel dalam operasi militer di Gaza, namun mereka menolak untuk mengatur penggunaannya, dengan alasan bahwa pembatasan semacam itu dapat mengganggu program global F-35 dan merusak keamanan NATO. Bahkan, Menteri Pertahanan John Healey menyatakan bahwa penangguhan komponen akan “menghambat hubungan” dengan AS dan NATO serta dapat dimanfaatkan oleh musuh.
Namun, pihak penggugat menolak keras argumen ini. Pengacara GLAN, Jennine Walker, menyebut bahwa pemerintah seharusnya dapat menghentikan pasokan komponen ke Israel tanpa mengganggu program global F-35 secara signifikan. Ia menegaskan bahwa pelanggaran hukum internasional yang terus dibiarkan justru merusak perdamaian dan keamanan global. Hal senada disampaikan Charlotte Andrews-Briscoe, yang menggambarkan peran F-35 dalam perang Israel sebagai “bencana besar dan berkelanjutan”.
Fakta-fakta lapangan memperkuat argumen pihak penggugat. Sejak 7 Oktober 2024, serangan balasan Israel atas serangan Hamas telah menewaskan lebih dari 52.000 warga Palestina, termasuk puluhan ribu anak-anak dan perempuan. Data Kementerian Kesehatan Gaza menunjukkan bahwa pada 18 Maret 2025 saja, serangan udara Israel yang dilakukan dengan jet F-35 menewaskan lebih dari 400 orang, termasuk 183 anak-anak dan 94 wanita.
Yasmine Ahmed dari Human Rights Watch juga menyoroti bahwa pemerintah Inggris mengabaikan kewajiban dalam Konvensi Genosida. Ia menyatakan bahwa pada saat pemerintah tetap melanjutkan ekspor komponen F-35 pada September lalu, mereka sudah mengetahui bahwa 41.000 warga Palestina telah tewas, 1,9 juta orang mengungsi, dan sebagian besar wilayah Gaza hancur.
Menurut dokumen yang diajukan ke pengadilan, pemerintah Inggris berpendapat bahwa Konvensi Genosida hanya berlaku jika Mahkamah Internasional secara eksplisit menetapkan telah terjadi genosida, yang bisa memakan waktu bertahun-tahun. Para penggugat memperingatkan bahwa jika argumen ini diterima pengadilan, maka kewajiban mencegah genosida akan kehilangan maknanya secara hukum.
Sidang yang berlangsung selama empat hari ini menjadi ujian penting atas integritas kebijakan luar negeri dan ekspor senjata Inggris, serta komitmennya terhadap hukum humaniter internasional.[sya]