(IslamToday ID) – Amerika Serikat (AS) kini menghadapi kekhawatiran besar dari kemajuan teknologi militer China yang melampaui batas konvensional: rudal nuklir orbital yang bisa menghantam dari luar angkasa. Laporan Badan Intelijen Pertahanan (DIA) AS pada 13 Mei mengungkap China kemungkinan mampu mengerahkan puluhan rudal orbit dengan hulu ledak nuklir dalam waktu 10 tahun ke depan.
Teknologi yang dikenal sebagai Fractional Orbital Bombardment System (FOBS) ini memungkinkan rudal menyusup lewat orbit rendah bumi dan menghantam AS dari arah tak terduga, bahkan dari Kutub Selatan yang radar AS tidak jangkau.
Berbeda dari rudal balistik antarbenua (ICBM) biasa, FOBS tidak mengikuti lintasan tetap. Rudal ini masuk orbit terlebih dahulu sebelum melepaskan muatannya dan kembali ke atmosfer dari arah tak terduga, sehingga hampir mustahil diprediksi atau dicegat.
Keunggulan tersebut membuat sistem pertahanan seperti NORAD menjadi kurang efektif. Meski terkesan futuristik, FOBS sebenarnya bukan hal baru. Uni Soviet pernah mengembangkan rudal serupa pada era Perang Dingin, namun dihentikan karena kesepakatan internasional.
China menghidupkan kembali teknologi ini lewat uji coba rahasia pada 2021 dengan kendaraan luncur hipersonik (HGV). Dalam manuver mengejutkan, rudal ditembakkan dengan roket Long March 2C dan meluncur mengelilingi bumi sebelum kembali menukik ke target dengan kecepatan luar biasa.
Pentagon mengaku terkejut, bahkan membandingkannya dengan “momen Sputnik” yang memicu perlombaan luar angkasa pada 1957. Data terbaru dari DIA memproyeksikan bahwa pada 2035, China akan memiliki 60 rudal FOBS, 700 ICBM, 132 SLBM, dan 4.000 kendaraan hipersonik—jauh melebihi arsenal Rusia.
Menanggapi ancaman ini, Presiden AS Donald Trump menggagas proyek pertahanan luar angkasa bernama Golden Dome.
Sistem ini dirancang sebagai perisai nasional terhadap semua jenis serangan rudal, dari manapun asalnya—baik dari darat, laut, udara, maupun orbit. Trump telah mengeluarkan perintah eksekutif pada Januari 2025 untuk mengembangkan arsitektur Golden Dome, melibatkan Space Force dan dua program utama: Hypersonic and Ballistic Tracking Space Sensor (HBTSS) dan Proliferated Warfighter Space Architecture (PWSA).
Namun, proyek ini menuai banyak pertanyaan dari kalangan parlemen. Anggota Kongres Ken Calvert menyatakan belum ada definisi jelas tentang cakupan dan kemampuan sistem Golden Dome. Meski begitu, proyek ini telah masuk prioritas utama dalam usulan anggaran pertahanan AS, dengan alokasi awal USD24,7 miliar dari total kenaikan anggaran USD150 miliar. Estimasi dari Congressional Budget Office (CBO) bahkan menyebutkan pembangunan sistem ini bisa memakan dana hingga USD542 miliar (sekitar Rp8.700 triliun) dalam 20 tahun ke depan—anggaran luar biasa besar untuk teknologi yang belum terbukti efektivitasnya.
Dengan berkembangnya teknologi militer orbital China dan reaksi cepat AS lewat Golden Dome, dunia kembali menyaksikan babak baru perlombaan senjata global—kali ini, di luar angkasa.[sya]