(IslamToday ID) – Amerika Serikat tengah meninjau sebuah proposal yang berpotensi mengarah pada penarikan sekitar 4.500 tentara dari total 28.500 personel militernya yang ditempatkan di Korea Selatan (Korsel). Langkah ini, jika direalisasikan, dikhawatirkan dapat memicu kekhawatiran keamanan di kawasan Indo-Pasifik. Informasi ini dilaporkan Wall Street Journal (WSJ) dengan mengutip sumber yang mengetahui hal tersebut.
Salah satu opsi yang sedang dibahas adalah relokasi sebagian pasukan AS dari Korsel ke wilayah lain di Indo-Pasifik, termasuk ke Guam. Menurut laporan tersebut, proposal ini belum sampai ke meja Presiden AS Donald Trump, dan masih menjadi bagian dari beberapa opsi yang sedang ditelaah oleh para pejabat senior dalam tinjauan kebijakan saat ini.
Trump sebelumnya telah mendorong sekutu-sekutu AS untuk meningkatkan pembelanjaan militer sebagai kompensasi atas kehadiran pasukan AS di zona-zona konflik. Pada Oktober lalu, tepat sebelum memenangkan pemilihan presiden, Trump menyatakan bahwa Korsel akan membayar miliaran dolar lebih banyak setiap tahunnya untuk menjadi tuan rumah bagi pasukan Amerika, jika dirinya menjabat sebagai presiden. Ia juga menyebut sekutu lama AS itu sebagai “mesin uang”.
Pernyataan Trump tersebut disampaikan kurang dari dua pekan setelah AS dan Korsel menyepakati perjanjian baru tentang pembagian biaya penempatan pasukan selama lima tahun ke depan. Dalam kesepakatan tersebut, Korsel akan menaikkan kontribusinya menjadi 1,52 triliun won pada 2026—naik 8,3% dibanding tahun ini.
Seorang juru bicara Pentagon yang dikutip dalam laporan menyebutkan bahwa belum ada pengumuman kebijakan terkait hal ini. Sementara itu, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Pete Nguyen tidak secara langsung menanggapi isu penarikan pasukan, namun menegaskan bahwa Trump tetap berkomitmen terhadap “denuklirisasi total” Korea Utara. Kementerian Pertahanan Korsel menolak berkomentar, menurut laporan tersebut.
Saat dihubungi oleh Bloomberg News, Kementerian Pertahanan Korsel belum memberikan tanggapan resmi. Sebelumnya pada April, Trump menyebut bahwa dalam percakapannya dengan Presiden Sementara Korsel saat itu, Han Duck-soo, mereka membahas defisit perdagangan, kerja sama pembangunan kapal, proyek pipa Alaska, serta pembagian biaya pertahanan.[sya]