(IslamToday ID) –Sebuah penelitian terbaru mengungkap bahwa jejak karbon dari perang genosida yang dilakukan Israel di Jalur Gaza melampaui emisi tahunan sekitar 100 negara. Studi yang dipublikasikan oleh Social Science Research Network dan dilaporkan pertama kali oleh The Guardian pada Jumat (30/5/2025), memperkirakan emisi karbon dioksida setara akibat penghancuran Gaza, pembersihan puing, dan proses rekonstruksi akan mencapai lebih dari 31 juta ton.
Jumlah ini lebih besar dari total emisi tahunan negara-negara seperti Kosta Rika, Afghanistan, dan Zimbabwe pada tahun 2023. Dalam studi tersebut, hanya 0,2% emisi yang berasal dari roket dan bahan bakar bunker milik Hamas. Sebaliknya, sekitar 50% emisi berasal dari aktivitas militer Israel, termasuk penggunaan senjata, tank, dan alat berat lainnya.
Dampak iklim keseluruhan dari konflik Israel tidak hanya terbatas di Gaza, tetapi juga mencakup Lebanon, serta konfrontasi militer dengan Yaman dan Iran. Studi menyebut total emisi ini setara dengan operasional 84 pembangkit listrik tenaga gas selama satu tahun. Ini adalah studi ketiga yang secara khusus meneliti dampak iklim dari agresi militer Israel di Gaza.
Analis kebijakan Al-Shabaka, Zena Agha, menilai laporan ini sebagai “pengingat mengejutkan” akan dampak ekologis perang Israel, serta keterlibatan negara-negara Barat. “Perang ini juga didukung oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa yang menyediakan sumber daya militer tak terbatas,” kata Agha kepada The Guardian.
Studi ini juga mengungkap bahwa 30% emisi berasal dari pengiriman senjata dan perlengkapan militer AS ke Israel, yang beratnya mencapai 50.000 ton. Sementara 20% lainnya dihasilkan dari operasi pesawat intai, serangan udara, serta pergerakan kendaraan militer Israel. Di sisi lain, warga Gaza yang bergantung pada generator diesel akibat blokade dan kehancuran infrastruktur menyumbang sekitar 7% emisi.
Biaya iklim paling signifikan diperkirakan berasal dari proses rekonstruksi Gaza, termasuk pembangunan kembali lebih dari 436.000 unit apartemen, ratusan sekolah, masjid, klinik, dan jalan sepanjang 5 km. Proses ini diperkirakan menghasilkan 29,4 juta ton karbon dioksida setara.
Menurut Frederick Otu-Larbi, dosen Universitas Energi dan Sumber Daya Alam di Ghana yang juga penulis studi, data tersebut penting untuk dimasukkan dalam target mitigasi perubahan iklim global. Ia menyoroti bahwa tidak ada kewajiban bagi negara untuk melaporkan emisi militer ke PBB.
PBB sebelumnya menyatakan bahwa perang Israel telah menciptakan krisis lingkungan yang menghancurkan di Gaza. Sistem air bersih dan sanitasi lumpuh total, limbah menumpuk, dan lebih dari 92% air di Gaza tidak layak konsumsisejak 2020.
Lebih lanjut, kerusakan lingkungan di Gaza telah terjadi jauh sebelum konflik saat ini. Usai Nakba 1948, Dana Nasional Yahudi menanam hutan pinus di atas reruntuhan desa Palestina, yang menurut lembaga konservasi Israel pada 2013, merusak keanekaragaman hayati lokal. Di sisi lain, penurunan produksi pertanian di Gaza juga terus terjadi selama dekade terakhir, menurut Kementerian Pertanian Palestina.[sya]