(IslamToday ID) – Ketegangan antara Kamboja dan Thailand meningkat pada hari Jumat (13/6/2025), menjelang pembicaraan mengenai sengketa perbatasan ketika Kamboja memutus layanan internet, berhenti menayangkan film Thailand, dan membatalkan pertandingan tinju yang melibatkan petinju Thailand.
Mengutip Radio Free Asia (RFA), Kamboja juga menutup titik penyeberangan perbatasan internasional Doung, yang dikenal sebagai Ban Laem di sisi Thailand, setelah Thailand memangkas jam operasionalnya di sana hingga setengahnya. Tindakan tersebut menyebabkan puluhan truk kargo Thailand terlantar di perbatasan.
“Tindakan tersebut menandai semakin dalamnya pertikaian bilateral setelah seorang tentara Kamboja tewas dalam bentrokan pada tanggal 28 Mei, episode terbaru dalam pertikaian jangka panjang mengenai penetapan batas wilayah Thailand-Kamboja sepanjang 800 kilometer (500 mil),”
Kedua pihak akan mengadakan pembicaraan pada hari Sabtu (14/6/2025) di Phnom Penh dalam pertemuan Komisi Perbatasan Bersama. Sementara Kamboja akan diwakili oleh seorang menteri, pihak Thailand dipimpin oleh seorang mantan duta besar.
Perdana Menteri Kamboja Hun Manet mengunggah di Facebook bahwa mulai hari Jumat, negara tersebut memutus semua pita lebar internet dari Thailand, yang mengakibatkan banyak bisnis mengeluhkan kecepatan yang lambat.
Kementerian Informasi dan Kebudayaan Kamboja juga memerintahkan stasiun televisi dan bioskop untuk berhenti menayangkan film dan serial TV Thailand.
Federasi Tinju Khmer menginstruksikan semua stasiun televisi dan arena tinju untuk membatalkan semua pertandingan terjadwal yang melibatkan petarung Thailand, baik pria maupun wanita, masih dari laporan tersebut
Mantan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, yang merupakan ayah Hun Manet, mengunggah di Facebook bahwa penutupan pos pemeriksaan perbatasan Doung menghalangi ekspor nangka Thailand yang dikirim melalui Kamboja ke Vietnam. Ia mendesak petani Thailand untuk memprotes militer Thailand.
“Kamboja hanya akan membuka kembali gerbang ini ketika semua pos pemeriksaan perbatasan yang ditutup secara sepihak oleh militer Thailand dikembalikan ke koordinasi bersama seperti sebelumnya,” tulis Hun Sen.
Ia juga memerintahkan seluruh angkatan bersenjata untuk bersiaga tempur 24 jam jika terjadi agresi, dan menginstruksikan gubernur provinsi di sepanjang perbatasan untuk menyiapkan rencana evakuasi bagi warga sipil.
Pada hari Jumat, Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra mengatakan bahwa Kamboja telah salah memahami situasi dan secara keliru meyakini rencana pemerintah Thailand untuk memutus layanan listrik dan internet ke daerah perbatasan Kamboja, Khaosod English sebuah portal berita Thailand, melaporkan.
Ia menegaskan hal ini tidak benar dan telah menginstruksikan Kementerian Luar Negeri untuk mengklarifikasi masalah tersebut dengan mitranya di Kamboja.
Thailand menegaskan kembali pada hari Kamis bahwa mereka ingin menyelesaikan sengketa perbatasan secara bilateral, dan tidak mendukung keinginan Kamboja untuk melibatkan Mahkamah Internasional. Bangkok mengatakan bahwa mereka tidak mengakui yurisdiksi wajib pengadilan yang berpusat di Den Haag.
Sengketa perbatasan, yang berakar dari sejarah, membangkitkan sentimen nasionalis di kedua belah pihak. Kamboja meminta pengadilan PBB untuk memutuskan penetapan batas wilayah di tiga kuil kuno Khmer – Ta Moan Thom, Ta Moan Toch, dan Ta Krabei – dan di daerah dekat tempat terjadinya baku tembak pada 28 Mei, yaitu tempat perbatasan Kamboja, Thailand, dan Laos bertemu.
Terakhir kali terjadi ketegangan serius dan berdarah di perbatasan adalah antara tahun 2008 dan 2011, terkait sengketa kuil abad ke-11 di Preah Vihear. Mahkamah Internasional telah memberikan kedaulatan atas kuil tersebut kepada Kamboja.
Pada hari Jumat, unggahan media sosial dan laporan media berita menunjukkan antrean panjang pejalan kaki di titik penyeberangan perbatasan utama Thailand-Kamboja di Aranyaprathet-Poipet, yang menunjukkan sebagian dari ratusan ribu pekerja migran Kamboja di Thailand sedang melakukan perjalanan pulang.
Seorang pekerja Kamboja di provinsi Rayong, Thailand tengah, mengatakan kepada Radio Free Asia bahwa sejumlah pekerja kembali ke Kamboja karena khawatir akan keselamatan mereka dan karena diskriminasi yang dilakukan warga negara Thailand di tempat kerja mereka.
Namun pekerja tersebut, yang meminta identitasnya dirahasiakan karena sensitivitas masalah tersebut, menambahkan bahwa sebagian besar pekerja Kamboja di wilayahnya belum kembali karena mereka masih menunggu hasil pembicaraan hari Sabtu. Ia mengatakan bahwa jika situasi memburuk, mereka akan segera kembali ke Kamboja. [ran]