(IslamToday ID) – BYD, produsen kendaraan listrik (electric vehicle/EV) terbesar di dunia, tengah bergelut melawan tantangan yang tengah terjadi di pasar domestik China. Perang harga yang kian sengit dan perubahan peraturan pembayaran supplier turut menjadi masalah penting yang tengah dihadapi perusahaan yang berbasis di Shenzhen tersebut.
Pada 23 Mei lalu, BYD melancarkan perang harga di tengah melambatnya permintaan di China, dengan memberikan diskon 10–30%. Model yang lebih terjangkau dijual di bawah 150.000 yuan (setara US$20.890), sementara MPV Xia dibanderol sekitar 200.000 yuan. Model Seagull juga turun harganya, dari 69.800 yuan menjadi 55.800 yuan.
Saham BYD yang terdaftar di Hong Kong turun 15,5% dari puncaknya di HK$155 (US$19,7) per saham pada 23 Mei lalu. Kapitalisasi pasarnya juga tergerus sekitar US$22 miliar.
Komitmen Ekspansi Eropa
Wakil presiden eksekutif BYD, Stella Li, saat diwawancarai Bloomberg (12 Juni) menyebut “persaingan yang luar biasa dan sulit” di pasar kendaraan listrik China saat ini. Li tidak memberikan kepastian mengenai kelanjutan diskon, tetapi menyatakan BYD akan mengucurkan dana hingga US$20 miliar untuk ekspansi di Eropa. Jerman, Inggris, dan Italia merupakan pasar penting yang tengah dibidik BYD.
“Kalau kami melangkah, kami akan memberikan sumber daya sepenuhnya. Dengan cara itu, kami dapat memastikan kesuksesan jangka panjang,” katanya.
Uni Eropa juga tengah memberlakukan tarif bea masuk 17%–35,3% atas kendaraan listrik buatan China (BYD 17%, Geely 18,8%, SAIC dan lainnya 35,3%). Beijing tengah mencari solusi, termasuk penerapan harga minimum untuk kendaraan yang diekspor ke Eropa, sambil melanjutkan proses negosiasi.
Sebelumnya, BYD tengah mempertimbangkan untuk membuka pabrik perakitan kendaraan listrik ketiga di Jerman. Perusahaan saat ini juga tengah menyelesaikan pabrik di Turki dan tengah berjalan pabrik di Hungaria.
Ketakutan Krisis Evergrande
Ketika BYD meluncurkan diskonnya, chairman Great Wall Motors, Wei Jianjun, melontarkan peringatan mengenai potensi krisis serupa Evergrande di industri otomotif China — sebuah raksasa properti yang tengah diterpa masalah utang.
“Banyak pabrikan lebih memilih mencari pendanaan dan meningkatkan kapasitas, tapi melupakan aspek profitabilitas dan teknologi. Jika kondisi pasar memburuk, rantai keuangannya dapat terputus, yang akan merugikan pekerjaan dan perekonomian secara luas,” katanya.
General Manager Hubungan Masyarakat BYD, Li Yunfei, kemudian menanggapi pernyataan tersebut. “Banyak komentar yang menyebut BYD akan menjadi Evergrande di sektor otomotif, tapi itu tidak berdasarkan fakta. Rasio utang kami (70%) lebih rendah dibanding Ford (84%), General Motors (76%), dan Geely (68%).”
Li juga menekankan bahwa kendaraan listrik buatan BYD tengah diterima di pasar internasional dan prospeknya masih cerah.
Peringatan Pemerintah
Kementerian Perindustrian dan TI China (MIIT) pada 31 Mei lalu juga turut mengimbau para produsen kendaraan untuk menjaga persaingan yang sehat dan menghindari “perang harga” yang tak terkendali. Harian People’s Daily melaporkan, margin laba bersih pabrikan kendaraan di China turun menjadi 4,3% pada 2024, lebih rendah dari 5% di tahun 2023.
Neraca Keuangan
Berdasarkan laporan keuangannya, laba bersih BYD naik 34% menjadi 40,3 miliar yuan, sementara pendapatannya juga naik 29% mencapai 777,1 miliar yuan. Hutang BYD per Desember 2024 naik 10,3% menjadi 584 miliar yuan, dan total aktivanya naik 15,3% menjadi 783 miliar yuan. Rasio hutang terhadap aset turun 3,2 poin persen menjadi 74,64%.[sya]