(IslamToday ID) – Presiden baru Korea Selatan Lee Jae‑myung menghadapi dilema berat ketika Amerika Serikat mendorong pasukannya agar tidak lagi sekadar menjaga keamanan dari ancaman Korea Utara, tetapi juga bersiap melawan potensi agresi Tiongkok di Indo‑Pasifik.
Menurut memo rahasia Pentagon yang dirilis media Asia Times, perubahan strategi ini—disebut “fleksibilitas strategis”—akan membuat 28.500 tentara AS di Korea Selatan siap dipindahkan ke kawasan lain, termasuk dalam krisis di Selat Taiwan. Namun rencana ini muncul tanpa konsultasi publik, menimbulkan kekhawatiran domestik karena bisa memicu ketegangan baru dengan Beijing .
Kerentanan Politik Domestik dan Tuntutan Baru AS
Lee Jae‑myung, tokoh Demokrat progresif, sebelumnya menyatakan ingin meredam konflik dengan Korut “tapi tetap melalui posisi yang kuat, didukung kehadiran AS.” Menyetujui fleksibilitas strategis AS bisa mengundang reaksi negatif dari publik yang tidak mau negaranya terjebak dalam konflik besar—terutama dengan Tiongkok.
Di sisi lain, penolakan terhadap rencana AS bisa berdampak buruk bagi hubungan keamanan jangka panjang. Analis memperingatkan bahwa Presiden Trump menganggap kehadiran pasukannya sebagai imbalan atas biaya besar yang dikeluarkan Korsel. Menolak hal ini bisa dikira “free‑riding” dan memicu potensi penarikan pasukan AS sebagai sanksi .
Antara Ancaman Korut dan Harapan Netral Asia‑Pasifik
Korea Selatan menghadapi dilema ganda: menyeimbangkan ancaman Korut—yang tetap menjadi tekanan utama domestik—dengan tekanan luar negeri dari AS yang ingin memprioritaskan Tiongkok dalam strategi regionalnya. Di saat bersamaan, Korea berupaya membangun hubungan dengan Tiongkok sebagai mitra ekonomi utama.
Pengamat menyebut ini momen krusial bagi Lee: mempertahankan stabilitas dalam negeri sembari menjaga hati kedua adidaya, AS dan Tiongkok. Terlebih, opini publik Korea yang skeptis terhadap militer AS menambah sensitifitas kebijakan ini .
Formasi Baru Aliansi atau Kesepakatan Tak Terungkap
Washington kemungkinan akan menekan Seoul agar menyetujui kehadiran pasukannya yang lebih “fleksibel”. Pilihan alternatif seperti menarik diri atau mendukung strategi baru AS berisiko membebani ekonomi dan mengusik aliansi pertahanan.
Sumber di militer AS mengaku tidak ada pembicaraan publik soal penambahan atau pengurangan pasukan, walau perubahan itu kemungkinan besar akan diinformasikan kepada Korsel, bukan dikonsultasikan terlebih dahulu.[sya]