(IslamToday ID) – Aktivis Palestina dan mahasiswa pascasarjana Universitas Columbia Mahmoud Khalil telah dibebaskan setelah 104 hari dalam penahanan imigrasi federal, menyusul putusan pengadilan yang mengkritik tajam dasar hukum pemerintah AS atas penahanannya yang berkelanjutan.
Mengutip TRT World, Sabtu (21/6/2025), Khalil, yang telah menjadi wajah terkemuka protes mahasiswa pro-Palestina di berbagai kampus AS, meninggalkan fasilitas federal di Louisiana pada hari Jumat (20/6/2025) dan diperkirakan akan kembali ke New York untuk bersatu kembali dengan istri dan bayi laki-lakinya, yang lahir saat ia berada dalam tahanan.
“Keadilan telah ditegakkan, tetapi sudah sangat terlambat,” kata Khalil di luar fasilitas tersebut.
“Ini seharusnya tidak memakan waktu tiga bulan,” sambungnya.
Pengadilan Distrik AS di New Jersey memerintahkan pembebasan Khalil setelah Hakim Michael Farbiarz mengatakan pemerintah gagal memenuhi standar hukum untuk melanjutkan penahanan.
Hakim juga menyatakan, “Akan menjadi sangat, sangat tidak biasa” untuk terus menahan seorang penduduk sah AS yang tidak menghadapi tuduhan kekerasan dan telah menunjukkan kemauan untuk mematuhi proses pengadilan.”
Khalil adalah orang pertama yang ditangkap berdasarkan tindakan keras Presiden Donald Trump terhadap protes mahasiswa terhadap genosida Israel di Gaza.
Dia ditahan pada tanggal 8 Maret di gedung apartemennya di Manhattan.
Meskipun ia tidak termasuk di antara mereka yang ditangkap di kampus, perannya sebagai negosiator dan juru bicara bagi para pengunjuk rasa mahasiswa menjadikannya target utama.
Beberapa hari setelah penangkapan Khalil, klaim Trump menjadi kenyataan setelah sarjana pro-Palestina lainnya, Badar Khan Suri, seorang peneliti India di Universitas Georgetown, ditangkap.
Pengacaranya mengatakan bahwa ia ditangkap karena identitas Palestina istrinya. Ia dibebaskan pada bulan Mei.
Setelah penangkapan Suri, pihak berwenang mengejar mahasiswa pro-Palestina lainnya, Momodou Taal, dan memintanya untuk menyerahkan diri.
Pada tanggal 25 Maret, Yunseo Chung, seorang mahasiswa Universitas Columbia, mengatakan dia menggugat pemerintahan Trump untuk menghentikan deportasinya dari AS atas partisipasinya dalam protes pro-Palestina musim semi lalu.
Juga pada tanggal 25 Maret, Rumeysa Ozturk, yang merupakan mahasiswa PhD Universitas Tufts, diculik di siang bolong oleh otoritas AS karena mengkritik pembantaian Israel di Gaza.
Pada tanggal 14 April, pihak berwenang menangkap Mohsen Mahdawi selama wawancara kewarganegaraannya sebelum ia dibebaskan pada tanggal 30 April. [ran]