(IslamToday ID) – Menteri
Pertahanan Israel Yisrael Katz pada hari Sabtu (21/6/2025) mengumumkan pembunuhan Saeed Izadi, komandan Korps Palestina dari Pasukan Quds Korps Garda Revolusi Iran.
“Izadi adalah pejabat paling senior di Garda Revolusi dan memiliki hubungan dengan Hamas dan Jihad Islam di Gaza,” jelas Katz seperti dikutip dari Sputnik Arabic.
Ia mencatat bahwa Izadi membiayai dan mempersenjatai kedua gerakan tersebut untuk melakukan serangan pada 7 Oktober dan tewas Jumat (20/6/2025) malam di sebuah apartemen di Qom.
Hal ini terjadi setelah militer Israel di hari yang sama mengumumkan pembunuhan Amin Por Jodaki, komandan resimen pesawat tak berawak kedua IRGC.
Juru bicara militer Israel Avichay Adraee mengatakan bahwa tentara Israel membunuh Jodaki pada hari Jumat dalam serangan yang dilakukan oleh pesawat tempur yang menargetkan Amin For Jodaki, komandan Resimen Drone Kedua IRGC .
Adraee menambahkan bahwa tugas komandan Iran yang dibunuh itu termasuk mengawasi peluncuran ratusan pesawat tak berawak menuju wilayah Israel dari wilayah Ahvaz di Iran barat daya.
Pernyataan itu diakhiri dengan pernyataan, “Setelah terbunuhnya Taher For, komandan markas besar pesawat tak berawak Angkatan Udara IRGC, pada 13 Juni 2025, Jodaki memainkan peran utama dalam komando militer tersebut.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi mengatakan dalam sebuah wawancara dengan media AS bahwa negaranya tidak akan pernah setuju untuk menghentikan pengayaan uranium, seraya mencatat bahwa tindakan AS tersebut merupakan pengkhianatan nyata terhadap diplomasi.
Araghchi menjelaskan, “Kita tidak tahu lagi bagaimana kita bisa mempercayai Amerika. Iran tidak akan pernah setuju untuk menghentikan sepenuhnya pengayaan uranium, dan Israel harus menghentikan agresinya sebelum melakukan negosiasi apa pun dengan Amerika Serikat.”
Ia menambahkan bahwa nasib penyelesaian diplomatik potensial mengenai program nuklir Iran selama dua minggu ke depan bergantung pada niat Washington, dengan mengatakan, “Hal ini bergantung pada apakah Amerika serius dalam mencapai solusi yang dinegosiasikan, atau apakah mereka memiliki rencana lain dan berniat menyerang Iran.”
“Mereka mungkin sudah punya rencana ini, dan mereka mungkin hanya menggunakan negosiasi sebagai kedoknya,” lanjut Araghchi.
“Kita tidak tahu bagaimana kita bisa memercayai mereka. Apa yang mereka lakukan adalah pengkhianatan nyata terhadap diplomasi,” tambahnya. [ran]