(IslamToday ID) – Ketegangan di kawasan Teluk Persia meningkat tajam setelah perwakilan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mendesak tindakan militer segera terhadap Amerika Serikat. Seruan itu muncul usai Washington meluncurkan serangan udara terhadap tiga situs nuklir utama Iran pada Minggu (22/6).
Hossein Shariatmadari, perwakilan resmi Khamenei sekaligus pemimpin redaksi surat kabar konservatif Kayhan, mendesak militer Iran untuk segera membalas dengan meluncurkan rudal ke armada Angkatan Laut AS di Bahrain dan menutup total Selat Hormuz.
“Sekarang giliran kita untuk bertindak tanpa penundaan,” kata Shariatmadari dalam kutipan editorialnya. “Sebagai langkah pertama, kita harus meluncurkan serangan rudal terhadap armada Angkatan Laut AS di Bahrain dan secara bersamaan menutup Selat Hormuz untuk kapal-kapal Amerika, Inggris, Jerman, dan Prancis.“
Seruan ini datang beberapa jam setelah Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi bahwa militer AS telah menyerang fasilitas nuklir Iran di Natanz, Isfahan, dan Fordow. Dalam pidatonya dari Gedung Putih, Trump menyebut operasi tersebut sebagai “keberhasilan militer spektakuler.”
“Fasilitas pengayaan nuklir utama Iran telah sepenuhnya dihancurkan,” ujar Trump. Ia menambahkan bahwa jika Iran tidak segera menyetujui kesepakatan damai, serangan berikutnya akan lebih besar dan dilaksanakan “dalam hitungan menit.”
Trump juga menyampaikan terima kasih kepada Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan menegaskan bahwa Amerika dan Israel bekerja sebagai “tim” dalam menghadapi ancaman Iran.
Serangan udara AS tersebut terjadi di tengah Operasi Rising Lion yang diluncurkan Israel sejak 13 Juni lalu dengan alasan mencegah Teheran memperoleh senjata nuklir. Iran, yang bersikukuh bahwa program nuklirnya bertujuan damai, menyebut serangan tersebut sebagai deklarasi perang dan membalasnya dengan gelombang rudal dan drone dalam Operasi True Promise III.
Menurut data Kementerian Kesehatan Iran, sedikitnya 430 warga Iran tewas dan lebih dari 3.500 orang terluka akibat serangan Israel. Di sisi lain, Israel melaporkan 25 kematian dan 2.500 lebih warga luka-luka.
Penutupan Selat Hormuz, jika direalisasikan, dapat mengguncang pasar energi global. Selat ini merupakan jalur pengapalan vital yang dilalui sekitar 20% perdagangan minyak dunia. Langkah ini juga berisiko mendorong keterlibatan militer lebih luas dari kekuatan global lainnya seperti Inggris, Jerman, dan Prancis, yang disebut secara langsung oleh Shariatmadari.
Situasi masih berkembang dan dunia internasional kini menyoroti bagaimana Teheran akan merespons secara militer serta dampak geopolitik dari konfrontasi berskala penuh ini.[sya]