(IslamToday ID) – Badan Antikorupsi Thailand akan menyelidiki panggilan telepon kontroversial Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra dengan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen. Langkah ini diambil seiring upaya para rival politiknya untuk mencari jalur hukum demi memakzulkan sang perdana menteri, menurut laporan media lokal.
Komisi Nasional Antikorupsi (NACC) memutuskan pada Senin (23/6/2025) untuk memulai penyelidikan awal terhadap Paetongtarn, merespons petisi yang diajukan Ketua Senat Mongkol Surasajja, demikian dilaporkan Bangkok Post, tanpa mengungkapkan sumber informasi.
Petisi tersebut meminta NACC untuk menilai apakah perdana menteri telah melanggar konstitusi, peraturan perundang-undangan, atau norma etika berat, menurut laporan itu.
Mahkamah Konstitusi juga diperkirakan segera mempertimbangkan permintaan serupa terkait dugaan pelanggaran etika oleh Paetongtarn. Aktivis politik Ruangkrai Leekitwattana telah mengajukan permohonan ke Komisi Pemilihan Umum untuk menyelidiki rekaman percakapan yang bocor, di mana sang perdana menteri terdengar mengkritik militer di tengah ketegangan perbatasan dengan Kamboja.
Thailand sendiri memiliki sejarah panjang pemakzulan perdana menteri, baik melalui putusan pengadilan maupun kudeta militer. Pendahulu langsung Paetongtarn, Srettha Thavisin, dicopot Mahkamah Konstitusi karena pelanggaran etika. Pemerintahan yang dijalankan oleh dua anggota keluarganya juga pernah digulingkan lewat kudeta.
Meski menghadapi tekanan hukum dan politik, Paetongtarn mengaku tetap tenang.
“Saya siap memberikan klarifikasi atau informasi apa pun yang dibutuhkan,” ujar Paetongtarn kepada wartawan, Selasa. “Seperti yang terlihat dalam rekaman itu, saya tidak mendapatkan keuntungan pribadi dan tidak merugikan negara. Itu percakapan pribadi yang seharusnya tidak disebarluaskan.”
Perdana menteri berusia 38 tahun ini merupakan anggota ketiga dari klan Shinawatra yang menjabat sebagai pemimpin Thailand. Ia telah menolak seruan untuk mundur setelah krisis yang dipicu oleh bocornya percakapan telepon tersebut. Insiden ini juga membuat Partai Bhumjaithai yang konservatif menarik diri dari koalisi pemerintahan, sehingga mayoritas parlemen kini menyusut menjadi sekitar 255 dari total 495 kursi.
Paetongtarn kemungkinan harus membuktikan dukungan mayoritas di parlemen jika Bhumjaithai berhasil menggalang cukup dukungan untuk mengajukan mosi tidak percaya. Juru bicara Bhumjaithai, Nan Boontida Somchai, mengatakan partainya akan mengajukan mosi pemakzulan saat DPR kembali bersidang pada 3 Juli.
Untuk bisa diajukan, mosi tidak percaya membutuhkan dukungan minimal 20% anggota DPR yang aktif. Saat ini Bhumjaithai memiliki 69 kursi dan butuh tambahan dukungan dari 30 anggota lainnya.
Paetongtarn mengatakan bahwa perombakan kabinet telah dirampungkan dan nama-nama kandidat baru akan mulai disaring minggu ini. Perombakan ini diperkirakan akan memberikan posisi kepada partai-partai kecil yang masih menyokong pemerintahannya. Seorang mantan jenderal disebut-sebut akan ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan menggantikan posisi kosong setelah delapan menteri dari Bhumjaithai mundur pekan lalu.
Rangkaian tekanan hukum dan ancaman aksi protes baru diperkirakan akan membebani sentimen investor terhadap aset-aset Thailand, yang sebelumnya sudah tertekan oleh proyeksi pertumbuhan ekonomi terendah sejak pandemi. Perekonomian Thailand tengah dibebani oleh utang rumah tangga tertinggi di kawasan dan ancaman tarif 36% terhadap ekspor ke Amerika Serikat.
NACC menetapkan tenggat waktu 10 hari untuk menyelesaikan penyelidikan awal. Jika ditemukan bukti yang cukup, Dewan Komisioner akan mempertimbangkan membuka penyelidikan penuh, menurut laporan The Nation.[sya]