(IslamToday ID) – Rezim Kim Jong-un di Korea Utara (Korut) menyatakan kemarahan atas desakan aliansi QUAD—yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan India—agar Pyongyang melucuti seluruh senjata nuklirnya. Melalui pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri pada Jumat (4/7/2025) yang disiarkan oleh KCNA, Korea Utara menegaskan bahwa statusnya sebagai negara bersenjata nuklir adalah final dan tidak dapat diubah.
Kementerian itu mengecam pernyataan QUAD sebagai “provokasi politik yang serius”, dan menyebut bahwa Amerika Serikat mencoba mengubah status quo di Semenanjung Korea secara sepihak melalui tekanan dan kekerasan. “Kami mengecam keras sikap permusuhan Washington yang tak berubah, dan memperingatkan konsekuensi negatif dari tindakan tersebut,” tegas pernyataan tersebut.
Korut menuduh AS mencampuri kedaulatan negara lain, menciptakan instabilitas, dan memicu konfrontasi global. Washington disebut sebagai faktor utama yang menghambat perdamaian dan keamanan, baik di kawasan maupun di dunia.
“Kedudukan Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) sebagai negara bersenjata nuklir tidak akan berubah,” lanjut kementerian tersebut, sembari memperingatkan bahwa Pyongyang berhak mengambil tindakan balasan yang proporsional sebagai bentuk pertahanan diri.
Sebelumnya, pada Selasa, para menteri luar negeri dari QUAD mengecam program rudal dan nuklir Korut, serta menyerukan kembali denuklirisasi total di Semenanjung Korea. Dalam pernyataan bersama usai pertemuan di Washington, mereka menyatakan bahwa peluncuran rudal balistik dan upaya pengembangan senjata nuklir oleh Korut melanggar sejumlah resolusi Dewan Keamanan PBB (UNSCR).
QUAD juga menyoroti kekhawatiran atas aktivitas ilegal Korea Utara yang digunakan untuk mendanai program senjatanya, seperti pencurian mata uang kripto dan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Mereka mendesak negara-negara anggota PBB untuk mematuhi sanksi internasional dan melarang semua bentuk transaksi senjata dengan Korea Utara.
Meskipun dalam pernyataan itu Korut tidak secara eksplisit disebut, kehadirannya tetap signifikan karena mencerminkan prinsip dasar dan arah kebijakan QUAD terhadap keamanan kawasan.
Menurut Min Tae-eun, peneliti di Korea Institute for National Unification, fokus strategis AS saat ini lebih diarahkan ke ancaman dari China secara luas di kawasan Indo-Pasifik, bukan semata-mata Korea Utara. Ia menambahkan bahwa tekanan terhadap Korea Utara mungkin konsisten dalam konteks diplomasi nuklir, namun bukan prioritas utama Washington.
Pemerintahan Presiden Donald Trump sebelumnya telah menyatakan bahwa China adalah ancaman utama terhadap kepentingan AS di Asia, bahkan sempat mengusulkan pengalihan misi Pasukan AS di Korea (USFK) untuk menghadapi Beijing.
Pada Juni lalu, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Tammy Bruce juga menegaskan kembali komitmen Washington untuk denuklirisasi penuh Korea Utara, menyusul serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran.
Dalam laporan terpisah oleh NK News, diketahui bahwa diplomat Korut di markas besar PBB di New York telah beberapa kali menolak menerima surat dari Presiden Trump kepada Kim Jong-un, yang dimaksudkan untuk memulai kembali dialog bilateral. Trump bahkan menyebut Korea Utara sebagai “kekuatan nuklir” hanya beberapa jam setelah ia resmi menjabat, menunjukkan adanya perubahan dalam cara AS memandang posisi strategis Korea Utara.[sya]