(IslamToday ID) – Presiden AS Donald Trump baru saja mengumumkan gelombang pertama surat peringatan yang berisi ancaman penerapan tarif lebih tinggi bagi mitra dagang utamanya, termasuk negara-negara Asia Tenggara (ASEAN).
Pada Senin (7/7/2025) waktu setempat, Trump juga menandatangani perintah eksekutif yang berisi penerapan tarif baru tersebut secara efektif pada 1 Agustus 2025. Langkah ini memberi tambahan waktu tiga pekan bagi setiap negara yang terkena tarif resiprokal untuk mencapai kesepakatan dengan Gedung Putih.
Melalui unggahan di Truth Social, Trump mengungkap Indonesia akan dikenai tarif bea masuk 32% berlaku mulai 1 Agustus. Tidak berubah dari pengumuman 2 April lalu.
Dalam suratnya berkop Gedung Putih kepada Prabowo Subianto, dia menulis bahwa tarif 32% tersebut dianggap jauh lebih kecil dari yang dibutuhkan untuk menghilangkan kesenjangan defisit perdagangan AS dengan Indonesia.
“Mulai 1 Agustus 2025, kami akan mengenakan tarif sebesar 32% kepada Indonesia atas semua produk Indonesia yang dikirim ke AS, terpisah dari semua tarif sektoral. Barang yang dikirim ulang [transshipped] untuk menghindari tarif yang lebih tinggi akan dikenai tarif yang lebih tinggi,” tulis Trump, dikutip Selasa (8/7/2025).
Trump pun menekankan bahwa tidak akan ada tarif jika Indonesia atau perusahaan-perusahaan di Tanah Air memutuskan untuk membangun atau memproduksi produk di AS. Dalam hal ini, dia berjanji akan melakukan segala kemungkinan untuk mendapatkan persetujuan dengan cepat dan profesional—dengan kata lain, dalam hitungan pekan.
“Harap dipahami bahwa tarif ini diperlukan untuk mengoreksi kebijakan tarif dan nontarif serta hambatan perdagangan Indonesia selama bertahun-tahun, yang menyebabkan defisit perdagangan yang tidak berkelanjutan terhadap AS. Defisit ini merupakan ancaman besar bagi perekonomian kita dan, tentu saja, keamanan nasional kita,” imbuhnya.
Masih berdasarkan sejumlah surat yang diunggah Trump di media sosialnya, tarif Thailand juga tidak berubah sebesar 36%, sedangkan bea masuk Malaysia naik 1% menjadi sebesar 25%.
Negara-negara Asia Tenggara lain yang juga terkena pungutan, termasuk Kamboja sebesar 36%, turun tajam 13%. Laos dan Myanmar pun pungutannya berkurang masing-masing 8% dan 4% menjadi sebesar 40%.
Vietnam sendiri sudah lebih dulu mengamankan kesepakatan dagang dengan AS pada pekan lalu, setelah mengadakan negosiasi intensif selama beberapa minggu. Sebagai imbalan dari penurunan drastis sebesar 26%, Vietnam disebut setuju menghapus seluruh tarif untuk produk asal AS.
Namun, AS akan memasang tarif 40% untuk barang yang dianggap sebagai hasil transshipment, yakni barang yang diakut dari negara lain—terutama China—yang hanya dirakit secara minimal di Vietnam sebelum diekspor ke AS.
Meski pungutan AS terhadap Vietnam lebih rendah dari 46% yang awalnya diberlakukan Trump pada April, tarif ini dua kali lipat dari tarif dasar universal 10% yang diterapkan saat negosiasi berlangsung.
Sementara itu, dua negara Asia Tenggara sisanya, yakni Singapura dan Brunei Darussalam, belum ada informasi mengenai besaran tarif barunya.
Trump mengaku cukup puas dengan pemberlakuan tarif itu. Meski begitu, dia memberi sinyal bahwa akan terus mengadakan perundingan, seperti dengan India yang hampir final.
“Kami sudah mencapai kesepakatan dengan Inggris Raya, kami mencapai kesepakatan dengan China, kami hampir mencapai kesepakatan dengan India,” ujar Trump di Gedung Putih, seperti dilaporkan Bloomberg News.
“Kami tidak bisa mencapai kesepakatan dengan negara-negara lain yang sudah kami temui. Jadi, kami hanya mengirim surat.”
Dua negara maju di Asia, Jepang dan Korea Selatan, tak luput dari serangan tarif Trump sebesar 25%. Bea masuk untuk semua impor dari negeri K-Pop itu masih sama dengan tingkat tarif yang awalnya akan diberlakukan pada 9 Juli. Tarif baru Jepang 1% lebih tinggi dari yang diumumkan pada 2 April.
Meski merupakan dua sekutu terdekat AS di Asia, Jepang dan Korea Selatan menghadapi situasi domestik yang rumit, di mana menandatangani kesepakatan perdagangan mungkin berisiko secara politik.
Namun, Presiden AS ini masih membuka kemungkinan perundingan dan penundaan lebih lanjut. Ia mengatakan bahwa penerapan tarif tanggal 1 Agustus itu “belum 100% pasti” dan mengisyaratkan dia masih terbuka untuk mengubah tingkat tarif tersebut.
“Mungkin menyesuaikan sedikit, tergantung,” kata Trump, sambil menambahkan dia akan mendukung negara-negara yang bersedia menambah konsensi. “Kami tidak akan bersikap tidak adil.”[sya]