(IslamToday ID) – MUI minta pemerintah tidak tebang pilih dalam memberantas judi online yang terbukti membuat masyarakat menjadi miskin bahkan sampai menelan korban jiwa.
Sebelumnya, Presiden Jokowi sudah meneken Keputusan Presiden (Keppres) sebagai landasan pembentukan Satgas Pemberantasan Judi Online.
“MUI secara khusus memberikan apresiasi dan dukungan penuh terhadap upaya pemerintah memberantas tindak perjudian melalui Satgas Pemberantasan Judi Online,” kata Ketua Bidang Fatwa MUI KH Asrorun Niam Sholeh, Sabtu (15/6/2024).
Ia mengatakan, Satgas Pemberantasan Judi Online diharap jeli dalam melihat modus pelaku dalam memberantas praktik ilegal itu. Ia juga menekankan pentingnya pencegahan dan penindakan hukum secara holistik dan tidak tebang pilih.
“Ada platform digital yang sebenarnya bergerak di bidang perjudian online, tetapi dibungkus dalam bentuk permainan dan sejenisnya. Tindakan pencegahan dan penindakan hukum harus menyeluruh,” jelas Niam.
Ia juga menganggap wacana pemberian bansos kepada pelaku judi online yang jatuh miskin kurang tepat. Sebab, menurut Niam, masih ada orang-orang yang lebih layak untuk dibantu ketimbang para penjudi.
“Kalau tahu uangnya terbatas untuk kepentingan bansos, prioritaskan justru orang yang mau belajar, orang yang mau berusaha, orang yang gigih di dalam mempertahankan hidupnya, tetapi karena persoalan struktural dia tidak cukup rezeki,” papar Niam.
Ia juga menilai wacana pemberian bansos kepada para pelaku judi online yang jatuh miskin tidak perlu dilakukan karena mereka bukan korban.
“Tidak ada istilah korban dari judi online atau kemiskinan struktural akibat dampak judi online, karena berjudi adalah pilihan hidup pelakunya,” jelas Niam.
Ia kemudian membandingkan kasus pelaku judi online dengan masyarakat yang terjerat pinjaman online (pinjol). Dalam persoalan pinjol, kata Niam, terdapat sejumlah penyedia layanan berlaku curang sehingga menyebabkan penggunanya tertipu dan menimbulkan korban.
Sedangkan dalam kasus judi online, pelaku dengan sadar mempertaruhkan uangnya meski memahami hal itu bertentangan dengan norma agama. “Masa iya kemudian kita memprioritaskan mereka? Tentu ini logika yang perlu didiskusikan,” pungkasnya. [ant/wip]
.