(IslamToday ID) – Ekonom senior yang juga Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini menilai tingginya tarif Uang Kuliah Tunggal (UKT) di semua perguruan tinggi negeri (PTN) karena alokasi anggaran pendidikan tinggi dari pemerintah hanya Rp 7 triliun. Jumlah itu hanya 1,1 persen dari total anggaran 20 persen APBN.
“Perguruan tinggi negeri dipaksa untuk mencari anggaran sendiri dengan cara mengeruk uang dari mahasiswa, sehingga pendidikan tinggi tidak lebih dari pasar. Ada uang ada barang,” kata Didik dikutip dari Tempo, Ahad (23/6/2024).
Dalam keadaan itu, ia menilai perguruan tinggi akhirnya melupakan kualitas dan tugas untuk membangun daya saing bangsa. Mereka jadi tak mencari inovasi teknologi dan tertinggal dalam riset mendalam.
“Karena itu, setidaknya 10-20 universitas utama di Indonesia hanya menjadi universitas kelas underdog di Asia, apalagi di dunia,” kata Didik.
Di sisi lain, Perguruan Tinggi Kementerian Lembaga (PTKL) di bawah naungan Kementerian Lembaga di luar Kemendikbudristek mendapatkan porsi empat kali atau 400 persen lebih banyak dari PTN.
“Jumlahnya sangat besar yakni Rp 32 triliun. Ini merupakan bentuk politik pendidikan tinggi yang anomali dan menyimpang,” ujar Didik.
Ia mengatakan, ada dugaan PTKL menetapkan standar biaya pendidikan yang sangat besar per mahasiswa. Ia menduga ada indikasi mencapai Rp 60 juta per mahasiswa.
“Sementara itu, perguruan tinggi negeri lain di bawah Kemendikbud hanya Rp 10 juta atau 15 juta per mahasiswa. Ini jelas merupakan prakteik mark up anggaran yang tidak wajar,” kata Didik.
Perguruan tinggi di Indonesia saat ini dibagi menjadi tiga yakni PTN yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek); Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang dikelola oleh Kementerian Agama (Kemenag), dan PTKL atau lembaga pemerintah nonkementerian yang bukan dikelola oleh Kemendikbud dan Kemenag. PTKL sendiri terdiri dari dua jenis yaitu kedinasan dan nonkedinasan.
Sebelumnya, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan adanya ketimpangan anggaran pendidikan antara PTKL dengan PTN. PTKL mendapatkan dana lebih besar ketimbang PTN.
PTKL mendapat dana Rp 32,859 triliun, sedangkan anggaran untuk PTN hanya dialokasikan Rp 7 triliun. Dengan jumlah Rp 7 triliun itu mesti dibagi untuk lebih dari 100 kampus negeri yang berada di bawah naungan Kemendikbudristek.
Adapun pemerintah selama ini mengalokasikan anggaran pendidikan sebanyak 20 persen dari APBN. Namun, tidak semua anggaran itu dikelola oleh Kemendikbudristek. Anggaran itu juga digunakan oleh Kemenag dan Kementerian/Lembaga lain.
Anggaran pendidikan sebesar Rp 655 triliun pada 2024. Alokasi anggaran pendidikan 2024 tertuang dalam Peraturan Presiden (PP) No 76 Tahun 2023 tentang Rincian APBN 2024.
Kemendikbudristek mengelola Rp 98,9 triliun atau sekitar 14,9 persen. Anggaran terbesar dialokasikan untuk transfer ke daerah yakni Rp 346,56 triliun atau 52,1 persen.
Sisanya dibagi ke Kementerian Agama Rp 62,305 triliun (9 persen), kementerian/lembaga (K/L) lain Rp 32,859 triliun (5 persen), pengeluaran pembiayaan (termasuk dana abadi) Rp 77 triliun (12 persen), dan anggaran pendidikan pada belanja non-K/L Rp 47,313 triliun (7 persen). [wip]