(IslamToday ID) – Pakar hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih mendesak pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset agar dapat mengembalikan kerugian negara (recovery asset).
Menurut Yenti, hal ini akan mempermudah proses penyitaan terkait aset hasil kejahatan judi online (daring) yang ada di luar negeri.
“Jadi sangat penting untuk mendorong DPR ini, sangat prioritas punya undang-undang aset recovery untuk seperti ini ketika ada aset hasil kejahatan judi online, uang judi online yang sudah menjadi aset di luar negeri kan begitu ya, itu mengejarnya pakai undang-undang aset recovery,” kata Yenti dikutip dari Kompas, Kamis (27/6/2024).
Meski begitu, pemerintah Indonesia kini juga sudah bisa melakukan penyitaan aset hasil kejahatan yang ada di luar negeri. Sebab, Indonesia juga sudah tergabung sebagai anggota Financial Action Task Force (FATF).
Namun demikian, menurut Yenti, pengesahan RUU Perampasan Aset akan semakin mempermudah soal penyitaan aset di luar negeri tersebut. “Walaupun kalau belum punya juga bukan berarti nggak bisa. Tetap bisa, tapi lebih gampang kalau punya,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Yenti juga meminta semua bandar judi online turut dijerat dengan pasal terkait TPPU. Hal ini diperlukan untuk memberikan efek jera ke pelaku. “Tidak ada alasan tidak mengaitkan dengan TPPU, itu yang menjerakan dirampas semua,” ungkapnya.
Sebelumnya, Polri menyatakan persoalan judi online merupakan kejahatan lintas negara atau transnational organized crime.
Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Pol Krishna Murti mengatakan, mayoritas bandar judi online mengoperasikan kejahatannya dari area Mekong Raya, yakni Thailand, Myanmar, Kamboja, Vietnam, dan Laos.
“Ini merupakan transnational organized crime, para pelakunya adalah para kelompok-kelompok organized crime yang mengoperasikan perjudian online ini dari Mekong Region Countries,” kata Krishna, Jumat (21/6/2024).
Menurutnya, persoalan judi online tak hanya menimpa Indonesia, melainkan negara tetangga di Asia Tenggara lainnya.
Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah memblokir setidaknya 5.000 rekening terkait judi online. Menurut Kepala PPATK Ivan Yustiavandan, setidaknya terpantau ada aliran dana terkait judi online yang mengalir ke 20 negara dengan nilai signifikan.
“Analisis kami terkait sekitar 20 negara saat ini. Nilainya sangat signifikan,” ujar Ivan, Selasa (18/6/2024) lalu. [wip]