(IslamToday ID) – Munculnya izin ekspor pasir laut di akhir pemerintahan Presiden Jokowi memunculkan tanda tanya besar. Sebab sebelumnya Jokowi secara tegas melarang penambangan pasir laut.
“Kebijakan ini memunculkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat dan pengamat politik, mengapa izin ini dikeluarkan sekarang? Apakah ini murni kebijakan ekonomi atau justru ada agenda politik di baliknya?” kata pengamat politik Pieter C Zulkifli dikutip dari Kompas, Sabtu (28/9/2024).
Misalnya perbaikan penegakan hukum, restorasi lembaga pendidikan nasional, pelayanan kesehatan yang belum berpihak pada keselamatan rakyat, hingga penerbitan PP tentang Omnibus Law Kesehatan, penindakan tegas terhadap tambang-tambang ilegal.
“Bukankah itu yang sangat dibutuhkan masyarakat? Keselamatan rakyat seharusnya menjadi prioritas utama negara,” ujarnya.
Menurut Pieter, Jokowi dikenal gigih melindungi sumber daya alam Indonesia. Apalagi, penambangan pasir laut dianggap dapat merusak ekosistem, menyebabkan abrasi, dan mengancam kehidupan masyarakat pesisir. Pemerintahan Jokowi bahkan tak segan-segan menindak tegas para penambang ilegal.
Namun, lanjut Pieter, Jokowi jelang masa kekuasaannya berakhir justru melonggarkan kebijakan tersebut sehingga menciptakan spekulasi tentang motif di balik keputusan tersebut
“Keputusan Jokowi terkait tambang pasir dinilai kontradiktif dengan sikapnya selama ini. Benarkah keputusan ini murni terkait kepentingan ekonomi jangka pendek, atau ada permainan politik di baliknya?” ucap mantan Ketua Komisi III DPR ini.
Pieter mengingatkan, kebijakan tambang pasir ini bukan hanya tentang ekonomi, tetapi juga dinamika politik. Terlebih, izin yang dikeluarkan di akhir masa jabatan bisa mengundang berbagai konsekuensi.
Pieter menilai, PP No 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut sebagai langkah pemerintah untuk melegalkan kembali penambangan pasir laut.
Frasa pengelolaan sedimentasi laut sebenarnya adalah merupakan penambangan pasir laut. Pengambilan pasir dengan kapal hisap dipastikan akan merusak ekosistem perairan, merusak wilayah fishing ground, dan menghancurkan habitat ikan.
Pieter menduga izin ekspor pasir laut ini akan menguntungkan negara-negara seperti Singapura dan China, yang saat ini membutuhkan material untuk memperluas wilayahnya.
Singapura diketahui hingga 2030 masih akan memperluas daratannya dengan menimbun laut. Sedangkan China saat ini sedang membangun pulau-pulau kecil di kawasan Laut China Selatan yang membutuhkan banyak pasir.
“Di sisi lain, kebijakan ini berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan yang luas, membahayakan warga pesisir, dan meningkatkan risiko tenggelamnya pulau-pulau kecil di sekitar,” pungkas Pieter. [wip]