(IslamToday ID) – Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, upaya memperkuat konektivitas energi di kawasan ASEAN perlu diimbangi dengan komitmen yang jelas dan penetapan target yang signifikan, untuk dekarbonisasi sektor kelistrikan.
“ASEAN seharusnya lebih ambisius mengembangkan dan mengintegrasikan teknologi energi terbarukan seperti energi surya, angin, panas bumi, dan biomassa ke dalam sistem energinya,” ucap Fabby dalam keterangan tertulis yang diterima IslamToday ID di Jakarta, Sabtu (5/10/2024).
Hingga 2022, kata Fabby, kontribusi energi terbarukan terhadap total pasokan energi primer ASEAN baru 15,6 persen, peningkatannya hanya 0,2 persen dari 2021. Data ini, lanjut dia, menunjukkan bahwa negara anggota ASEAN harus bekerja lebih keras untuk mempercepat pertumbuhan energi terbarukan.
Fabby mengungkapkan, hasil pertemuan Menteri Energi se-ASEAN atau ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) ke-42 di Laos pada Kamis (26/9) lalu, mencerminkan sikap setengah hati AMEM melakukan transisi energi di Asia Tenggara.
“Mendorong pengembangan energi terbarukan, namun tetap mempertahankan peran batubara dan gas dalam transisi energi,” ujar Fabby.
Ia menekankan, demi memitigasi naiknya suhu bumi akibat emisi dari pembakaran energi fosil, ASEAN seharusnya fokus pada upaya mempercepat transisi ke energi terbarukan. Langkah pengembangan energi terbarukan, jelas dia, akan berpengaruh signifikan terhadap pencapaian target iklim global, dibandingkan mengandalkan teknologi batubara.
AMEM, dalam laporannya, juga mendukung perdagangan listrik lintas batas melalui ASEAN Power Grid (APG) untuk memperkuat keamanan energi dan ketahanan kawasan, kata Fabby, IESR menyambut positif hal tersebut, dengan catatan sumber listrik yang digunakan harus berasal dari energi terbarukan.
“Kerja sama lintas negara dalam APG, perlu memasukan akselarasi pengembangan pasokan listrik dari energi terbarukan,” jelas Fabby.
Selain itu, ia menyampaikan, pertemuan AMEM juga membahas peran batubara yang masih mendominasi bauran energi. ASEAN, menurut Fabby, memperlihatkan keengganan untuk segera beralih dari energi fosil dengan sikapnya, yang mengapresiasi adopsi teknologi penyimpanan dan penangkapan karbon, seperti Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS).
Namun, Fabby menilai, bahwa fokus ASEAN seharusnya lebih diarahkan pada akselerasi pengembangan infrastruktur energi terbarukan yang sudah terbukti lebih efektif dan ekonomis. [amp]