(IslamToday ID) – Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Uli Arta Siagian mengatakan, penggeledahan kantor Kementedian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dilakukan kejaksaan, Kamis (3/10) kemarin, berkenaan dengan dugaan korupsi yang sudah berlangsung sejak lama.
“Secara historis, sejak 13 tahun lalu pemerintah telah memberikan ruang pengampunan untuk korporasi yang melakukan kejahatan kehutanan,” ungkap Uli dalam keterangan tertulis, Jumat (4/10/2024).
Uli mengaku, sejak awal WALHI telah menyatakan proses pemutihan yang dilakukan KLHK bermasalah. Masalah tersebut, kata dia, berkenaan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2012 (PP 60/2012), Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, serta Nomor 104 Tahun 2015 (PP 104/2015) Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan.
Kedua PP tersebut, kata Uli, memberikan waktu kepada korporasi yang beraktivitas dalam kawasan hutan untuk mengurus kelengkapan administrasi paling lama enam bulan untuk PP 60/2012 dan 3 tahun untuk PP 104/2015.
Dia memaparkan, para korporasi yang beraktivitas ilegal dalam kawasan hutan dapat beraktivitas secara legal dengan mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan jika mengurus seluruh administrasi yang ditentukan.
“Namun, alih-alih melakukan penegakan hukum terhadap korporasi-korporasi tersebut, pemerintah justru menerbitkan pasal 110 A dan 110 B dalam Undang-Undang Cipta Kerja,” ujarnya.
Proses pemutihan lahan sawit dalam kawasan hutan, melalui pasal 110A dan 110B ini juga, menurut dia, dilakukan dengan sangat tertutup. Bahkan, lanjut Uli, bukan hanya prosesnya yang tertutup, tetapi juga tidak diketahui basis data yang digunakan KLHK, untuk menghitung luasan konsesi.
Ia mempertanyakan, apakah data itu milik KLHK sendiri, ataukah data laporan mandiri yang diberikan perusahaan. Ia juga menanyakan, perihal seberapa luas hutan yang ditanami sawit, dan berapa luas tutupan hutan sebelum dibuka menjadi perkebunan, itu berasal dari data yang mana dan milik siapa.
“Jika menggunakan laporan mandiri perusahaan sebagai lampiran dari proses pendaftaran, tidak diketahui juga apakah dilakukan proses pemeriksaan data tersebut,” jelas Uli.
Selain itu, ucap dia, dalam perjalananya KLHK tiba-tiba menerbitkan SK Menteri LHK Nomor 661 (SK.661) yang merupakan penyederhanaan formula perhitungan kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) provisi Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi (PSDH-DR) yang harusnya dibayarkan perusahaan dalam proses pemutihan.
“PSDH-DR tidak memerhatikan jenis kayu dari kawasan hutan yang diputihkan. Rumus yang dipakai ialah taksiran volume kayu dikali potensi kayu dan luas areal terbangun,” paparnya.
Sementara, ungkap Uli, jika dibandingkan dengan perhitungan PSDH, berdasarkan potensi tegakan yang mengacu pada neraca sumber daya hutan tahun 2022, terhadap jenis tutupan dan status kawasan hutan yang dilihat, berdasarkan data tutupan tahun 2000, perhitungan melalui SK.661 ini jauh lebih sedikit, dan sangat meringankan perusahaan.
Hingga 4 Oktober 2023 lalu, ucap Uli, berdasarkan data KLHK, luas indikatif perkebunan sawit yang terbangun dalam kawasan hutan, tanpa perizinan di bidang kehutanan, totalnya sebesar 1.679.797 hektar, luasan tersebut terdiri dari 1.679 unit kebun.
“Angka-angka itu hasil akumulasi inventarisasi data sawit dalam kawasan hutan yang tercantum dalam SK Datin tahap 1-15 yang ditetapkan Menteri LHK,” kata Uli.
Selain itu, Uli mengungkapkan, terdapat setidaknya sepuluh besar grup yang menanam sawit dalam kawasan hutan, mereka antara lain Sinar Mas, Wilmar, Musim Mas, Goodhope, Citra Borneo Indah, Genting, Bumitama, Sime Darby, Perkebunan Nusantara, dan Rajawali/Eagle High.
“Penanaman sawit dalam Kawasan hutan ini, bukan hanya menyebabkan deforestasi, tetapi juga hilangnya keanekaragaman hayati, rusaknya fungsi hidrologis yang kemudian menyebabkan banjir dan longsor, pelepasan emisi, kerugian negara dan perekonomian negara, konflik dan tidak jarang diikuti dengan intimidasi kepada masyarakat,” ucap Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI itu. [nnh]