(IslamToday ID) – Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, menyampaikan opininya tentang evaluasi hukum di Indonesia, khususnya penanganan pelanggaran HAM dimasa pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
“Tidak ada penuntasan HAM ya, padahal Jokowi dulu naikkan karena janji (penuntasan pelanggaran) HAM, itu salah satu janji yang paling kuat,” tutur Bivitri Susanti saat diwawancara oleh IslamToday ID di Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Dia menjelaskan, Jokowi menjadikan komitmen penuntasan pelanggaran HAM, karena saat itu bersaing dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) dengan Prabowo, yang sering disebut sebagai terduga pelaku pelanggaran HAM berat dimasa lalu.
“Tapi kan ternyata gagal semua, bahkan yang dikeluarkan adalah penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu non-yudisial, yang sebenarnya salah sasaran, karena tidak pernah ada pengungkapan kebenarannya,” kata Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu.
Bivitri menyebut, dalam penyelesaian non-yudisial tersebut, pelaksanaannya dengan memberikan sejumlah uang kepada keluarga korban, sebagai bentuk kompensasi atas tragedi yang menimpa keluarga mereka.
“Seakan-akan selesai (setelah uang diberikan kepada keluarga korban), dihargainya nyawa dengan uang,” tegas Bibib biasa ia disapa.
Maka, menurut dia, hal ini akan terus terjadi di Pemerintahan Prabowo mendatang. Indikasi pertama, lanjut dia, karena penyelesaian non-yudisial itu berasal dari Keputusan Presiden (Keppres), dan Keppres itu lembaga kepresidenan, artinya akan berlanjut sampai berikutnya, yakni presiden terpilih berikutnya.
“Indikasi kedua, jangan lupa kejadian saat Mugiyanto Sipin dan kawan-kawan, dikoordinir oleh Partai Gerindra untuk membayar uang untuk para korban,” ujar Bivitri.
Dia menambahkan, jadi mereka yang disebut sebagai terduga pelaku pelanggan HAM, akan menggunakan kompensasi-kompensasi tanpa mengungkap kebenaran, itu akan berlanjut seperti itu.
“Jadi saya melihatnya, engga ada progres (penuntasan pelanggaran HAM) dalam pemerintahan Jokowi,” imbuh Bivitri. [nnh]