(IslamToday ID) – Program pengampunan pajak atau tax amnesty resmi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Praktis, hal ini membuka peluang dilakukannya program tax amnesty untuk ketiga kalinya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Ekonom Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Wahyu Widodo mengatakan sejatinya tax amnesty merupakan program untuk meningkatkan kepatuhan pajak melalui mekanisme pengampunan. Namun, apabila dilakukan terlalu sering maka ia menilai justru ada yang salah dalam sistem pajak.
“Kalau pengampunan dilakukan secara berulang, berarti kan ada sistem yang salah dan tidak kredibel. Karena pembayar pajak yang ngemplang harusnya diadili secara hukum, bukan diampuni secara periodik,” kata Wahyu, dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (20/11/2024).
Ia membandingkan rencana program tax amnesty dengan langkah pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Wahyu menilai dua kebijakan ini memperlihatkan perlakuan yang berbeda bagi orang kaya dan orang biasa-biasa saja.
“Sebenarnya ini dua hal yang berbeda, tapi karena sama-sama terkait pajak dan melibatkan dua golongan masyarakat dengan strata pendapatan berbeda, pada akhirnya seolah saling terkait dan menguntungkan satu pihak alias menjadi tidak adil,” jelasnya.
Sebelumnya, DPR RI resmi menyetujui masuknya revisi UU No 11 Tahun 2016 tentang Tax Amnesty ke dalam Prolegnas Prioritas 2025. Artinya, DPR menyepakati revisi UU ini akan diprioritaskan rampung pada 2025. Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun bahkan menargetkan program tax amnesty dapat terlaksana di tahun depan.
Apabila rencana itu berjalan, maka program pengampunan pajak tahun 2025 akan menjadi tax amnesty jilid III yang dilakukan pemerintah. Sebelumnya, pemerintah telah melaksanakan tax amnesty pada 2016-2017 dan 2022.
Senada, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai pengampunan pajak yang terlalu sering akan membuat kepatuhan orang kaya dan korporasi kakap turun. Para pengemplang itu, katanya, akan berpikir bahwa pemerintah akan terus melakukan tax amnesty.
“Pengemplang pajak akan berasumsi setelah tax amnesty III akan ada lagi. Ini moral hazardnya besar sekali,” ujarnya. [wip]