(IslamToday ID) – Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menyoroti secara khusus kondisi guru madrasah pada momentum hari guru nasional 2024. Dia mengatakan, guru madrasah seakan-akan menjadi kelompok pinggiran dalam percaturan kebijakan guru.
“Bisa dibilang, keberadaanya tidak begitu mendapat perhatian pemerintah. Mereka ini diperlakukan seperti anak tiri dalam sistem tata kelola guru di Indonesia,” ujar Ubaid Matraji dalam keterangan tertulis yang diterima IslamToday ID, Senin (25/11/2024).
Ubaid memandang kesejahteraan guru madrasah menempati kasta yang paling bawah, dibandingkan dengan guru-guru di sekolah biasa. Menurut Ubaid, hal itu sesuatu yang aneh karena seharusnya, sesama guru punya hak dan kewajiban yang sama, tapi pemberian haknya dibeda-bedakan.
Padahal, kata Ubaid, peraturan tentang guru rujukannya sama, yakni Undang-Undang (UU) No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, “apalagi, jika status mereka adalah guru honorer di madrasah, beban penderitaannya menjadi berlipat ganda,” ucap dia.
Dia menyampaikan soal kualitas juga tak kalah memperihatinkan, hingga kini jumlah guru madrasah yang sudah tersertifikasi hanya berjumlah 39,2 persen. Padahal, menurut dia, berdasarkan amanah UU guru dan dosen pada pasal 82 Ayat 2, ditegaskan bahwa 10 tahun sejak berlakunya UU tersebut, seluruh guru harus sudah tersertifikasi.
“Kini, sudah 19 tahun berlalu, nyatanya masih ditemukan sebanyak 484.737 atau 60,8 persen guru madrasah yang belum mengantongi sertifikat pendidik. Mengapa ini dibiarkan?” ungkap Ubaid mempersoalkan perkara itu.
Ubaid menambahkan, jika tidak ada perubahan kebijakan pemerintah soal guru madrasah, maka diperkirakan daftar antrian PPG (Pendidikan Profesi Guru) untuk guru madrasah mencapai 53 tahun. Panjangnya antrian PPG, kata dia, karena pemerintah hanya kasih jatah kuota PPG untuk guru madrasah rata-rata 9000 per tahun. “Dari data ini kita bisa tahu bahwa antrian guru madrasah untuk mengikuti PPG itu lebih panjang daripada antrian haji,” kata Ubaid.
Ubaid memprediksi, nasib guru madrasah bisa jadi kian sengsara, jika pemerintah berkomitmen menunaikan janji politiknya untuk menambah gaji guru Rp. 2 juta. Karena gaji tambahan ini, kata dia, tidak untuk semua guru, tapi kabarnya hanya akan diberikan kepada guru-guru yang sudah tersertifikasi.
“Artinya, kebijakan ini hanya akan dinikmati oleh segelintir guru madrasah. Padahal, dari 484.737 guru madarah yang berlum tersertifikasi, terdapat 455.767 atau 94,1 persen guru madrasah yang berstatus non-ASN. Merekah yang paling terdampak dari sistem tata kelola guru yang belum berkeadilan ini,” pungkas Korna JPPI itu. [amp]