(IslamToday ID) – Program Manager Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Jeremia Humolong Prasetya, menyampaikan, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Pasal 4 ayat 1 huruf C Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU 18/2017).
“Putusan ini menegaskan bahwa pelaut dan awak kapal perikanan migran, termasuk dalam kategori pekerja migran, sehingga berhak atas perlindungan penuh, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tersebut,” tutur Jeremia dalam siaran pers IOJI, Selasa (3/12/2024).
Dia menjelaskan, Hakim MK dalam pertimbangannya mengatakan, bahwa awak kapal dan pelaut perikanan juga diakui sebagai bagian dari pekerja migran, dengan maksud memberikan pelindungan penuh, bagi mereka dalam memenuhi hak-haknya.
“Pengakuan ini penting, untuk memastikan pelaut migran memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak,” ungkap Program Manager IOJI itu.
Jeremia menilai, pentingnya harmonisasi kebijakan lintas sektor dan tingkatan, untuk melindungi pelaut migran.
“Pemerintah perlu mengembangkan peraturan teknis yang rinci, memperkuat koordinasi antarinstansi, dan meningkatkan kerjasama bilateral, dengan negara-negara tujuan utama pelaut migran,” kata dia.
Dia menambahkan, IOJI juga mendorong peningkatan perjanjian bilateral dengan negara bendera, negara pelabuhan, dan negara transit untuk memastikan standar kerja layak, jaminan sosial, serta repatriasi atau proses pengembalian seorang/sekelompok pelaut, ke negara asalnya dengan aman.
“Perjanjian ini akan meningkatkan daya tawar Pemerintah Indonesia, dalam melindungi hak-hak pelaut migran,” ujar Jeremia.
Sebagai langkah konkret, IOJI merekomendasikan revisi UU 18/2017 dan penyusunan mekanisme koordinasi antarinstansi, untuk memastikan pelindungan yang efektif bagi pelaut migran.
“Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) harus segera menjalankan fungsinya, sesuai Perpres 165/2024, untuk mengawal implementasi kebijakan pelindungan pekerja migran,” imbuhnya.
Sementara, Chief Executive Officer (CEO) IOJI, Mas Achmad Santosa, menyambut baik putusan MK tersebut. Ia menilai, keputusan tersebut sejalan dengan standar internasional, seperti International Convention on the Rights of Migrant Workers (ICRMW) dan Maritime Labour Convention (MLC) 2006.
“Ratifikasi ILO C-188 akan memperkuat posisi tawar Indonesia dalam negosiasi internasional untuk melindungi hak-hak pelaut migran sesuai standar global,” jelas Santosa.
Lebih lanjut, IOJI juga menyoroti langkah strategis Pemerintah Indonesia, dalam menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022, yang mengatur penempatan dan pelindungan awak kapal niaga migran dan awak kapal perikanan migran. Menurutnya, peraturan ini mengakhiri dualisme perizinan, yang sebelumnya menyulitkan pengawasan dan penegakan hukum.
“Perusahaan perekrut dan penempatan awak kapal, kini wajib memiliki Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI). Ini menciptakan tata kelola yang lebih terintegrasi dan akuntabel,” tutup CEO IOJI itu.[nnh]