(IslamToday ID) – Peneliti Indonesian Parliametary Center (IPC), Arif Adiputro, menyoroti dinamika politik yang semakin menunjukkan adanya ketimpangan kekuatan politik di parlemen dan berpotensi melemahkan proses demokrasi di Indonesia.
“Dinamika politik di Parlemen hasil Pemilu 2024, tidak mampu memperkuat check and balances atas kesetaraan kekuasaan antar aktor di Parlemen,” ucap Arif saat memaparkan data catatan akhir tahun IPC secara daring, Senin (23/12/2024).
Mulanya, kata dia, pemilu serentak diharapkan mampu untuk mendistribusikan pemerataan kekuatan politik di Parlemen, namun pada kenyataannya justru tak sesuai harapan.
Arif mengungkapkan fakta, bahwa koalisi pemerintah melalui KIM Plus cenderung ingin membangun dukungan gemuk. Pada akhirnya, menurut dia, justru menyebabkan melemahnya kekuatan koalisi lawan politik yang seharusnya jadi penyeimbang.
Dia menyatakan, koalisi pemerintah atau KIM Plus memiliki 68,9 persen kursi parlemen. Sementara, koalisi non-pemerintah, yaitu partai politik yang tidak memiliki kader dalam kabinet merah putih (PDIP dan Nasdem) hanya menguasai 31,1 persen suara di parlemen.
“Ketimpangan ini menunjukkan asimetri kekuatan politik di dalam parlemen itu nyata adanya,” jelas Arif.
Situasi tersebut, menurutnya, akan berdampak pada kontrol DPR yang semakin melemah, yang seharusnya dapat menjadi penyeimbang pemerintah.
Selain itu, dia juga mengungkapkan, temuan lainnya, yakni maraknya penggantian caleg terpilih sebelum pelantikan DPR pada 1 Oktober 2024.
Arif membeberkan, terdapat 51 kasus penggantian caleg, dimana 68,8 persen diantaranya adalah mengundurkan diri dan 11,8 persen lainnya diberhentikan partai.
Anggota yang mengundurkan diri, lanjut dia, sebagian besar dicalonkan dalam Pilkada Serentak 2024, yaitu 20 maju sebagai calon gubernur, 7 calon bupati, 2 calon walikota, serta 8 menjadi menteri.
Kemudian, kata dia, pada alasan ‘diberhentikan partai’, terdapat 6 kasus, yang mana paca caleg tersebut, diberhentikan dengan tidak disertai alasan yang jelas.
“Temuan ini menunjukkan bahwa kekuasaan partai politik atas anggotanya memiliki dampak yang besar dalam representasi parlemen,” ujar dia.
Padahal, Arif berpandangan, dalam konteks demokrasi, kekuatan penyeimbang berperan penting dalam peningkatan kualitasnya.
IPC berpendapat, bila melihat temuan-temuan tersebut, cara alternatif untuk menyeimbangkan kekuatan politik pemerintah, adalah dengan membuka kanal partisipasi publik, kebebasan berpendapat, dan kesediaan para anggota DPR untuk menerima dan mengolah aspirasi publik secara lebih transparan dan akuntabel. [amp]