(IslamToday ID) – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Buruh Ferri Nuzarli, menyampaikan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan presidential threshold 20 persen kursi di DPR, maka Partai Buruh menyatakan akan mengusulkan calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) di Pemilihan Umum (Pemilu) 2029 nanti.
“Terkait pertanyaan apakah Partai Buruh akan mencalonkan presiden pada Pemilu 2029, kami pastikan Partai Buruh akan mencalonkan capres dan cawapres pada Pemilu 2029,” tutur Sekjen Partai Buruh Ferri Nuzarli dalam konferensi pers di Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2025).
Ferri menyebut, untuk capres ataupun cawapres dari Partai Buruh, akan dibahas terlebih dahulu dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Buruh, pada Februari 2025 nanti. Dia mengatakan, capres atau cawapres yang akan diusung, harus berasal dari internal Partai Buruh.
“Kami akan putuskan capres dan cawapres dari Partai Buruh, tentunya kami akan mencalonkan dari internal Partai Buruh. Kita kan ada waktu lima tahun kedepan nih, ada rakernas, ada kongres, apakah calon yang kita dukung ini keterkenalannya semakin meningkat atau tidak, kan politik dinamis ya,” jelasnya.
Ferri mengungkapkan, rasa terima kasih ke MK yang sudah menghapus presidential threshold. Dia juga mengapresiasi, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai pemohon, yang sudah menggugat Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“Dalam waktu dekat kami juga mungkin akan memanggil para pemohon ini, untuk memberikan apresiasi kepada empat orang ini sebagai pemohon akan kami undang ke kantor Partai Buruh,” pungkas Sekjen Partai Buruh itu.
Sebelumnya MK, pada hari Kamis (2/1/2025), mengeluarkan keputusan penting, terkait ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden atau presidential threshold, yang tertuang dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam putusannya, MK menyatakan ketentuan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold), berapapun besaran atau angka persentasenya, adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945″ kata Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Ia menjelaskan, putusan ini mengubah pendirian MK sebelumnya, yang masih menerima ketentuan ambang batas pada Pemilu-pemilu sebelumnya. MK menilai, pengaturan ambang batas tersebut tidak hanya melanggar hak politik rakyat, tetapi juga mengancam prinsip-prinsip moralitas, rasionalitas, dan keadilan yang tidak dapat diterima.
Lebih lanjut, kata dia, keputusan ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa selama ini, sistem presidential threshold menghalangi hak konstitusional pemilih, untuk mendapatkan alternatif pasangan calon presiden dan wakil presiden yang lebih banyak. Hal ini, menurut MK, menciptakan keterbatasan dalam pilihan bagi rakyat.
Dalam pertimbangannya, MK juga mencatat bahwa meski ambang batas dihapuskan, sistem presidensial di Indonesia tetap memungkinkan banyak pasangan calon yang diusung oleh partai-partai politik peserta pemilu. Hal ini, menurut MK, harus dikelola dengan hati-hati agar tidak mengarah pada situasi di mana jumlah calon terlalu banyak, yang justru bisa mengganggu praktik demokrasi presidensial.[nnh]