(IslamToday ID) – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 62/PUU-XXII/2024 yang membatalkan norma tentang presidential threshold dalam UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, merupakan buah dari permohonan para mahasiswa Islam.
“Para pemohon berasal dari kalangan mahasiswa yang berasal dari lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN),” kata Guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie kepada ITD News di Jakarta, Senin (6/1/2025).
Tholabi menilai, para pemohon yang berasal dari mahasiswa PTKIN tersebut, menunjukkan pesan tersirat, bahwa kualitas mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum di lingkungan PTKIN teruji dan mumpuni.
Wakil Rektor Bidang Akademik UIN itu menyebutkan, bahwa debut mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum di lingkungan PTKIN sebelumnya juga pernah muncul saat melakukan gugatan UU Pilkada mengenai usia calon kepala daerah, melalui putusan MK No 70/PUU-XXI/2024 tentang penghitungan syarat usia calon kepala daerah terhitung saat penetapan pasangan calon.
Menurut dia, mahasiswa PTKIN yang merupakan Generisi Z atau Gen Z, menunjukkan kualitas keilmuwan dan memiliki kepedulian atas persoalan sosial yang terjadi di Indonesia.
“Ini sinyal yang baik untuk semakin menguatkan kualitas pendidikan syariah dan hukum di lingkungan PTKIN,” ujarnya.
Diketahui, para pemohon penghapusan presidential threshold tersebut, merupakan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sementara, para pemohon perkara penghitungan batas usia calon kepala daerah, merupakan mahasiswa Prodi Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Syarian dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selain itu, Tholabi juga mengomentari, soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ihwal pembatalan norma presidential threshold dalam UU Pemilu, yang memberi pesan penting dalam proses demokratisasi melalui pemilihan presiden.
“MK telah membuka kotak pandora dalam pilpres, di mana ruang kandidasi calon presiden di Pemilu 2029 makin terbuka lebar,” kata Wakil Rektor Bidang Akademik UIN itu.
Namun, menurut Tholabi, ketentuan yang lebih detail, tetap harus dirumuskan oleh DPR dan Pemerintah, dengan memperhatikan panduan dari MK dalam melakukan rekayasa konstitusional melalui perubahan UU Pemilu.
“Pada poin perubahan UU Pemilu inilah, DPR dan pemerintah harus mendorong munculnya partisipasi publik yang bermakna,” pungkas Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum PTKIN Periode 2019-2023 itu. [amp]