(IslamToday ID) – Analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensa), menyoroti empat isu utama jelang 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Sorotan tersebut meliputi finansial negara, komunikasi politik, etika politik, dan perjalanan luar negeri presiden.
Menurutnya, pidato Prabowo kerap menyinggung kondisi keuangan negara yang disebutnya sedang tidak ideal. Ia menilai sejumlah program unggulan seperti makan bergizi gratis dan pelunasan utang UMKM cenderung bersifat pemborosan, sementara kebijakan yang berpotensi meningkatkan pendapatan, seperti penyesuaian tarif pajak, justru dibatalkan.
“Kondisi negara yang tidak punya uang ini akhirnya memang membuat beberapa program terhambat, seperti makan bergizi gratis yang hanya berbudget Rp 71 triliun, ditengarai hanya sampai Juni, lalu bagaimana membiayai program-program lainnya termasuk UKM dan lain-lain?,” ujar Hensa dalam keterangan tertulis yang diterima IslamToday ID, Kamis (23/1/2025).
Hensa juga mengkritisi, alokasi anggaran tambahan Rp48,8 triliun untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Menurutnya, Prabowo perlu mengevaluasi Proyek Strategis Nasional (PSN) yang merupakan warisan pemerintahan sebelumnya.
Di sisi lain, ia mengapresiasi komunikasi akrab antara Prabowo dan Presiden ke-7, Joko Widodo. Namun, ia menilai hubungan Prabowo dengan Gibran terlihat kurang intens, sehingga memunculkan tanda tanya publik.
“Hal ini yang kemudian menjadi tanda tanya ke kita. Ini tadi saya sebutkan, ada komunikasi yang baik sekali antara Pak Prabowo dengan Pak Jokowi. Tapi apakah ada komunikasi yang baik antara Prabowo dengan anaknya Jokowi itu masih misteri,” kata dia.
Terkait etika politik, Hensa mengungkapkan beberapa insiden kontroversial selama 100 hari pemerintahan ini, seperti temuan uang tunai di rumah mantan pejabat MA hingga insiden pendengung di Kementerian Komunikasi dan Digital.
“Kemudian ada lagi diangkatnya pendengung oleh Menteri Komunikasi, dan pada alasannya Meutya Hafid sebagai Menteri Komdigi mengatakan tidak tahu latar belakangnya status yang diangkat. Itu sangat berbahaya tentunya. Kalau Menteri Komunikasi tidak tahu latar belakangnya, terutama kalau itu teroris itu bahaya sekali,” ujar Analis Komunikasi Politik itu.
Mengenai perjalanan luar negeri, ia mencatat bahwa Prabowo telah menghabiskan 23 dari 100 hari pemerintahannya untuk kunjungan luar negeri. Ia menilai, langkah ini penting untuk menjalin kemitraan strategis, meskipun perlu dilakukan dengan mempertimbangkan efektivitas waktu.
Hensa juga menyebutkan, bahwa reshuffle kabinet menjadi isu menarik untuk ditunggu. “Tentang reshuffle, kalau kita ingat tanggal 21 Oktober lalu mereka dilantik menjadi menteri, jam 10 kalau saya tidak salah, itu jam 12 sudah banyak yang bertanya kapan reshuffle akan dilakukan, nah ini sudah hampir 100 hari, nanti apakah Pak Prabowo akan lakukan reshuffle sebelum lebaran atau setelah lebaran, ya nanti kita tunggu,” tandas Hensa.[nnh]