(IslamToday ID) – Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra, menghargai jika ada kekhawatiran soal wacana pemulangan pelaku Bom Bali 2002, sekaligus tokoh militan Jamaah Islamiyah (JI), Encep Nurjaman alias Hambali, ke Tanah Air. Yusril bilang, JI sudah menyatakan janji setia kepada NKRI dan tak akan melakukan aksi terorisme lagi.
“Pemerintah kita sebenarnya sudah melakukan langkah-langkah untuk mengantisipasi semua itu dan juga langkah-langkah pendekatan non-kepolisian sudah ditemukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT). Kita ketahui bahwa Jemaah Islamiyah sudah taubat dan menyatakan tidak akan melakukan kegiatan teroris dan setia kepada pemerintahan di Indonesia, jadi ga perlu khawatir,” jelas Yusril di Kantor Kemenko Kumham Imipas, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (24/1/2025) sore.
Yusril menyinggung kekhawatiran masyarakat perihal bebasnya Abu Bakar Ba’asyir. Dia menyebut, kekhawatiran itu tak pernah terjadi.
“Dulu pada waktu Pak Jokowi, saya pernah diminta untuk berbicara dengan Pak Abu Bakar Ba’asyir dan pada akhirnya Pak Abu Bakar Ba’asyir keluar dari tahanan dan sampai hari ini kekhawatiran banyak orang tentang beliau tidak terjadi,” ucap dia.
Dia menghargai munculnya kekhawatiran soal pemulangan Hambali. Dia mengingatkan soal sikap adil yang harus dilakukan Pemerintah Indonesia.
“Saya kira, kekhawatiran itu tentu kita hargai, tapi kita ini pemerintah, mau tidak mau harus memberikan perhatian yang adil kepada semua orang. Jangan karena dia teroris, dia warga negara kita, jangan kita biarkan di luar negeri juga, itu tidak baik,” ujarnya.
Yusril menjelaskan, Kementeriannya tetap harus melakukan hal yang sama. Walaupun mungkin punya perbedaan kepentingan, perbedaan pandangan tapi harus tetap berlaku adil.
Ia menambahkan, jangan sampai kebencian terhadap sekelompok orang menyebabkan berlaku tidak adil kepada mereka. Karena, kata dia, berlaku adil itu lebih dekat kepada takwa, dan ajaran Al-Qur’an juga.
Selain itu, Yusril mengatakan, pihaknya memiliki bukti cukup yang menyatakan jika Hambali merupakan warga negara Indonesia. Dia menyebut, teroris melakukan berbagai cara untuk melancarkan aksinya termasuk penggunaan beberapa paspor.
“Banyak sekali paspor yang dia gunakan. Tapi kita tahu dia orang Indonesia dan di warganegara Indonesia. Dan kami punya data yang cukup, bahwa yang bersangkutan tentu tersangka peristiwa bom Bali pada tahun 2002 lali. Waktu itu saya jadi Menteri Kehakiman, kami cukup tahu detail tentang yang bersangkutan. Dan saya kira dokumen itu masih ada, kita simpan,” imbuhnya.
Dia mengatakan, pihaknya sudah komunikasi dengan Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan meminta agar Hambali diadili berdasarkan hukum di AS yang sudah pernah dilakukan. Namun, kata Yusril, akses Pemerintah Indonesia terbatas terkait komunikasi dan permintaan tersebut.
“Dulu sebenarnya pemerintah Indonesia juga mencoba untuk komunikasi dengan pemerintah AS. Menanyakan kasus Hambali itu, bahkan kementerian luar negeri pernah meminta Pemerintah AS supaya dia segera diadili berdasarkan hukum yang berlaku di sana. Tapi akses pemerintah kita memang agak terbatas, oleh karena berlaku ketentuan-ketentuan hukum pidana militer AS yang kadang-kadang tidak dapat dijangkau dari sudut pendekatan orang sipil ataupun diplomasi,” imbuhnya.
Yusril menegaskan, Pemerintah Indonesia tegas melawan aksi terorisme. Namun, dia mengingatkan kewajiban Pemerintah untuk melindungi warga negaranya yang bermasalah di luar negeri termasuk Hambali.
“Tapi bagaimanapun juga dia WNI, jadi harus memberikan pelindungan terhadap WNI yang menghadapi masalah di luar negeri. Jadi kalau pada waktu itu, sebelumnya Hambali tertangkap di luar negeri, dan kita akan tuntut mungkin dia dihukum mati juga di sini. Seperti yang terjadi pada yang lain-lain, seperti Imam Samudera dan lain-lain yang terlibat dalam kasus bom Bali,” pungkas mantan ketua Partai Bulan Bintang itu. [nfl]