(IslamToday ID) – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengingatkan laju pemanasan global semakin cepat terjadi. Sehingga perlu segera melakukan perubahan perilaku.
“Pemanasan global semakin cepat. Sebelumnya butuh waktu ratusan ribu bahkan jutaan tahun,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (29/1/2025).
“Sekarang, dari tahun 1900 sampai tahun ini sudah capai kenaikan 1,5 derajat Celcius. Padahal kesepakatan dunia di Paris mengizinkan kenaikan 1,5 derajat Celcius tapi nanti di tahun 2100,” tambahnya.
Akibatnya, katanya, bencana hidrometeorologi akan semakin sering terjadi.
“Karena siklus hidrologisnya semakin kencang, sehingga cuaca ekstrem semakin sering terjadi. Durasinya makin panjang, intensitasnya makin kuat, dan bencananya terjadi tidak hanya skala lokal tapi juga global,” tutur Dwikorita.
Saat menyampaikan paparan kunci dalam webinar “Resolusi 2025: Mitigasi Bencana Geologi” yang ditayangkan di kanal Youtube Teknik Geofisika ITS, 17 Januari 2025, Dwikorita membeberkan data Badan Meteorologi PBB (WMO), di mana tahun 2024 tercatat menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah pengamatan, melampaui tahun 2023.
Disebutkan, secara rata-rata sepanjang Januari-September 2024, suhu sudah memiliki anomali sebesar 1,54 plus minus 0,13 derajat Celcius, di atas rata-rata praindustri tahun 1850-1900.
Selain itu, dalam 10 tahun terakhir (2015-2024), tercatat sebagai periode 10 tahunan terpanas yang pernah tercatat dalam 175 tahun pengamatan.
“Diprediksi di tahun 2030, (data 2019), kenaikan suhu akan meningkat 0,5 derajat Celcius. Ternyata prediksi ini sudah terlampaui,” sebut Dwikorita.
Dalam Proyeksi Perubahan Iklim Indonesia tahun 2020-2030 yang dibeberkannya, di masa mendatang curah hujan pada musim kemarau akan semakin berkurang sampai 20 persen. Musim kemarau akan terasa lebih panas dan kering.
“Kejadiannya hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Terjadi kenaikan curah hujan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hujan ekstrem semakin sering terjadi,” paparnya.
“Terjadi juga kenaikan penurunan curah hujan di saat musim kemarau. Jadi musim kemarau makin kering, musim hujan makin basah, pokoknya makin ekstrem. Ini prediksi yang dilakukan BMKG,” jelas Dwikorita.
Di saat bersamaan, ia menambahkan, Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) juga memprediksi dunia akan mengalami krisis pangan di kisaran tahun 2050, atau berdekatan dengan target Indonesia Emas di tahun 2045. Hal ini akan terjadi jika laju kenaikan suhu makin tidak terkendali.
“Di masa Indonesia Emas atau di pertengahan abad, kalau perilaku kita tidak berubah, tetap mempertahankan energi fosil, tidak berubah ke energi yang lebih ramah lingkungan, maka akan terjadi krisis pangan dunia,” ujarnya.
“Hampir seluruh dunia mengalami krisis pangan. Kita nggak bisa impor beras dan bahan lainnya karena negara lainnya juga kesulitan,” lanjut Dwikorita.
Karena itu, lanjutnya, dengan Asta Cita yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto, upaya ketahanan pangan di Indonesia diharapkan bisa segera terwujud. “Asta Cita ini untuk menghadapi krisis pangan agar kita terhindar dari krisis pangan,” pungkasnya. [wip]