(IslamToday ID) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB). Mereka diduga terlibat dalam penggelembungan anggaran dengan nilai selisih mencapai Rp 222 miliar.
“Para tersangka terdiri dari YR selaku Direktur Utama Bank BJB, WH selaku Pimpinan Divisi Corporate Secretary (Corsec) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), ID sebagai pengendali agensi AM dan CKM, S sebagai pengendali agensi BSC Advertising dan WSBE, serta SJK yang mengendalikan agensi CKMB dan CKSB,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika, dalam keterangannya dikutip dari laman resmi KPK, Jumat (14/3/2025).
Tessa menjelaskan bahwa selama tahun 2021, 2022, hingga semester pertama 2023, Bank BJB mengalokasikan anggaran belanja promosi hingga Rp 409 miliar. Dana tersebut digunakan untuk penayangan iklan di berbagai media melalui enam agensi. Namun, dalam prosesnya, terjadi penyimpangan yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa.
“Ditemukan adanya selisih sebesar Rp 222 miliar antara pembayaran dari Bank BJB kepada agensi, dengan jumlah yang sebenarnya dibayarkan kepada media. Uang ini kemudian digunakan sebagai dana non-budgeter di internal Bank BJB,” ungkapnya.
Sementara itu, YR dan WH diduga memainkan peran utama dalam kasus ini. Keduanya disebut merancang skema pengadaan jasa agensi sebagai sarana mendapatkan kickback (komisi/imbalan).
“Dimana YR dan WH memerintahkan pengguna barang, untuk bersepakat dengan rekanan jasa agensi dalam penggunaan kickback. YR dan WH juga diduga mengetahui dan/atau memerintahkan panitia pengadaan, untuk memenangkan rekanan yang disepakati, serta mengetahui penggunaan uang yang menjadi dana non budgeter Bank BJB,” lanjut Tessa.
Selain itu, PPK dalam proyek ini diduga melanggar aturan, dengan menyusun dokumen Harga Perkiraan Sendiri (HPS) bukan berdasarkan nilai pekerjaan, melainkan fee agensi.
“PPK juga memerintahkan panitia agar tidak melakukan verifikasi dokumen penyedia sesuai prosedur serta menambahkan penilaian setelah penawaran masuk, sehingga terjadi post bidding,” jelasnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
“Saat ini, KPK masih terus mendalami perkara dan belum melakukan penahanan terhadap para tersangka,” tutup Tessa.[nnh]